TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan melanjutkan laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia ke proses persidangan.
Anggota MKD Dadang S Muchtar mengaku menyesalkan terjadinya konflik eksekutif-legislatif antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Ketua DPR Setya Novanto.
Seharusnya kata Dadang antar lembaga negara bisa saling menjaga nama baik dan bisa diselesaikan secara baik-baik tanpa harus ada yang menyerang.
"Jadi seharusnya antar lembaga negara baik itu eksekutif, legislatif maupun yudikatif bisa saling bekerja sama. Tidak baik ditunjukkan kepada publik lembaga negara menyerang lembaga negara lainnya," kata Dadang di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Anggota Komisi II ini menilai, untuk meredam konflik antara Sudirman Said dengan Setya Novanto kuncinya berada di tangan Presiden Joko Widodo.
Untuk itu, Dadang mengimbau, Jokowi bisa turun tangan agar tidak liar menjadi konsumsi publik.
"Kuncinya ada di kepala pemerintahan kita yaitu Presiden. Mudah kok kalau kepala pemerintahan kita tegas, kumpulkan itu eksekutif legislatif dan yudikatif. Atau panggil Menteri Sudirman dan Novanto, bicarakan baik-baik selesai. Jadi jangan membuat manajemen konflik dan menjadi asumsi dan konsumsi publik," katanya.
Politikus Partai Golkar ini pun mengingatkan, jangan sampai masalah antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Ketua DPR Setya Novanto akan seperti kasus cicak vs buaya antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri yang pernah terjadi dulu.
Sebab, kata dia, di DPR sendiri ada yang pro dan kontra terhadap pelaporan Sudirman Said ke MKD DPR tersebut.
"Kita belajar dari kasus cicak buaya, jangan lah sampai terjadi cicak vs buaya nantinya. Kuncinya di kepala negara kita, jangan seperti sengaja dibiarkan konflik ini. Seyogyanya ini kan masukan," kata Dadang.