TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pembahasan APBD Provinsi DKI Jakarta 2016 'deadlock', dan itu berbahaya untuk kepentingan masyarakat khususnya warga Jakarta.
Peneliti ICW, Abdullah Dahlan menyebutkan, Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 belum ditandatangani oleh pimpinan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.
Hal itu membuat waktu pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) DKI 2016 terlalu singkat. Dampaknya, rentan disusupi program siluman.
"Waktu pembahasan yang terlalu singkat, dikhawatirkan rentan praktek transaksional. Rentan disusupi program siluman," ujar Abdullah di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (29/11/2015).
Tidak hanya itu, lanjut Abdullah, telatnya pengesahan R-APBD menjadi APBD mempengaruhi keterlambatan pembangunan ibukota.
"Akan banyak efek domino. Problem 'deadlock' ini harus disampaikan kepada publik. Apa kendala Eksekutif dan Legislatif hingga terjadi 'deadlock'," imbuhnya.
Sesuai jadwal, seharusnya RAPBD 2016 sudah mendapatkan persetujuan dari DPRD untuk ditetapkan menjadi perda paling lambat 30 November 2015 besok.
Namun hingga Minggu, penandatanganan MoU KUA-PPAS 2016 oleh Ketua DPRD DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta belum dilakukan.
Penyerahan KUA-PPAS 2016 oleh eksekutif juga terlambat dari jadwal yang ditentukan pada Juli dan baru diserahkan pada Agustus.