News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelian Heli VVIP

Komisi I DPR Sebut Indonesia Memerlukan Helikopter VVIP

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Helikopter AgustaWestland AW101 yang akan dibeli TNI Angkatan Udara untuk pesawat kepresidenan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengakui Indonesia memerlukan helikopter VVIP. Pasalnya, beberapa helikopter yang ada saat ini sudah uzur.

"Dua pesawat Super Puma yang sekarang digunakan VVIP usianya diatas 13 tahun," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Menurut Mahfudz, helikopter pengganti yang lebih baik diperlukan mengingat usia dan mobilitas Super Puma yang dimiliki Indonesia saat ini.

Walaupun ada kebutuhan untuk pembelian helikopter, kata Politikus PKS itu, TNI AU harus melihat bagaimana kekuatan PT. Dirgantara Indonesia dalam memproduksi heli jenis tersebut.

"Dari sisi kebutuhan, saya setuju karena Heli Super Puma VVIP kita tidak terlalu mewah sehingga ada kebutuhan untuk melengkapi," imbuhnya.

Ia juga menilai perdebatan mengenai helikopter sudah simpang siur dan keluar dari substansinya bahwa TNI AU dalam Rencana Strategis 2015-2019 ada program menyiapkan satu skuadron heli angkut berat. Mahfudz mengatakan untuk heli jenis itu, rencananya TNI AU akan menggunakan dua dari satu skuadron itu sebagai pesawat VVIP. "TNI AU punya satu heli skuadron VVIP, Boeing yang dipakai Presiden dan rencana untuk CN295 untuk jarak sedang dan heli untuk menambah heli Super Puma VVIP yang saat ini ada," katanya.

Polemik itu muncul ketika adanya informasi mengenai sumber pendanaannya dan juga asal produksi heli AW-101 yaitu produk Italia. Menurutnya, hingga saat ini PT. DI belum melakukan kerjasama produksi antara perusahaan itu dengan produsen lain. Mahfudz mengatakan terkait polemik heli tersebut, Presiden dan Wakil Presiden sebaiknya tidak perlu berkomentar. Hal itu dikarenakan terlalu jauh apabila Presiden dan Wapres masuk dalam wilayah tersebut. ‎

"Sampai saat ini PT. DI belum punya kontrak kerjasama untuk heli angkut. TNI AU terbuka saja kalau PT DI mampu dengan produk bersama maka harus didahulukan namun kalau sebaliknya TNI dituntut mencari sumber-sumber lain," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini