TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meyakinkan kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan pembahasan kontrak karya dan permintaan saham PT Freeport Indonesia berlanjut kendati Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus sama.
Bahkan, MKD tidak terpengaruh kendati nantinya Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
"Nggak, nggak masalah Kejagung lebih dulu. Tersangka kan belum tentu bersalah. Banyak juga tersangka juga yang diputus bebas tidak bersalah," kata Dasco, Kamis (10/2015).
Kejaksaan Agung selangkah lebih maju dibandingkan MKD DPR dalam memproses kasus pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak M Riza Chalid dan Presdir PT Freeport Indonesia (PT FI), Maroef Sjamsoeddin, yang diduga bahas perpanjangan kontrak dan permintaan saham PT FI.
Kejagung telah meningkatkan laporan kasus dari Maroef itu ke tingkat penyelidikan, dengan dugaan adanya permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Sementara, MKD yang memproses laporan Menteri ESDM Sudirman Said tentang dugaan pelanggaran etik Novanto terkait kasus yang sama sejak sebulan lalu hingga kini belum jelas ujungnya.
Dasco mengatakan, jika ada pelanggaran hukum terkait pertemuan Novanto, M Riza Chalid dan Maoref Sjamsoeddin itu, maka pada saat bersamaan telah terjadi pelanggaran etika yang dilakukan oleh Novanto selaku anggota Dewan. Dengan begitu, MKD tinggal membuat keputusan.
"Tapi, kalau ada pelanggara etika, itu belum tentu pelanggaran hukum," jelasnya.
Sejak Menteri ESDM Sudirman Said melapor pada 16 November 2015, hingga kini MKD belum bisa memutus pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto terkait pertemuannya bersama pengusaha M Riza Chalid dan Presdir PT FI, Maroef Sjamsoeddin, di Hotel Ritz Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015. Sebab, sejauh ini baru ada alat bukti berupa keterangan kesaksian Maroef dan salinan rekaman percakapan pembahasan perpanjangan kontrak karya dan saham PT FI tersebut.
Hingga kini, sebagian besar dari anggota MKD masih mempermasalahkan keabsahan rekaman dan menginginkan rekaman yang asli untuk diperiksa di forensik Polri.