TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di akhir masa tugasnya, pimpinan KPK jilid III masih sempat meneken surat perintah penyidikan (Sprindik) terhadap lima kasus.
Lima kasus tersebut yakni dugaan korupsi tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010, kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan dan laboratorium tropik infeksi di Universitas Airlangga, Ketiga adalah dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang.
Kasus Keempat adalah dugaan korupsi terkait pengadaan regent dan consumable penanganan virus flu burung Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2007, dan kelima adalah dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010-2011.
Sprindik perkara tersebut ditandatangani pimpinan KPK pada 14 dan 15 Desember 2015. Pimpinan definitif KPK yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain sendiri masa tugasnya berakhir pada 16 Desember 2015.
Sementara tiga Plt pimpinan yakni Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji selesai masa tugasnya ketika pimpinan baru periode 2015-2019 dilantik Presiden Joko Widodo.
Zulkarnain sendiri membantah jika lima perkara tersebut sengaja ditekan pada akhir masa kepemimpinan sebagai 'kado' untuk pimpinan baru. Menuru dia, kesibukanlah yang membuat perkara tersebut dinaikkan statusnya ke penyidikan jelas masa tugas selesai.
"Penyidikan yang lain ada kerjaan lain. Kalau padat bagaimana menaikkannya? kita pending (tunda) dulu," kata Zul di KPK, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Menurut Zul ada beberapa kasus yang mendesak semisal hasil operasi tangkap tangan yang menyebabkan lima kasus tersebut naik ke tahap penyidikan.
Sebab kata Zul, kasus OTT tidak bisa ditunda karena memang itu diatur dalam undang-undang KPK.
"Kalau orang sudah OTT, nggak mungkin kita pending dulu itu. Tapi kalau pengembangan kan bisa (ditunda). Ini kan berputar terus penanganannya. Setiap ada kesempatan seperti ban berjalan," tukas bekas jaksa itu.