News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nama Presiden dan Wapres Dicatut

Setya Novanto Berniat Kembali Tidak Penuhi Undangan Kejagung

Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua DPR Setya Novanto hadir saat Rapat Paripurna ke-15 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/12/2015). Setelah resmi mudur dari jabatanya sebagai Ketua DPR, Setya Novanto mengikuti rapat paripurna sebagai anggota DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto, Maqdir Ismail menyebutkan kliennya masih enggan memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan terkait kasus Papa minta saham.

"Dari pembicaraan saya bersama beliau (Novanto) sore kemarin (18/1), rencananya tidak datang," kata Maqdir Ismail saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/1/2016).

Namun, Maqdir tidak menjelaskan alasan kliennya masih menolak memberikan keterangan meski, menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, telah diundang secara layak.

Permintaan keterangan dari Setya Novanto, telah diagendakan Kejaksaan Agung berlangsung pada 09.00 WIB, Rabu (20/1/2016) besok.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Fadil Jumhana menyebutkan surat undangan pemberian keterangan telah dilayangkan pihaknya pada politisi Partai Golkar itu sejak pekan silam.

Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.

Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini