Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Kejaksaan Agung kembali melayangkan undangan kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto untuk memberikan keterangan dalam penyelidikan dugaan permufakatan jahat yang mencatut nama presiden.
Permintaan Novanto untuk hadir ke Gedung Bundar Kejaksaan yang ketiga kalinya, disebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah rencananya berlangsung pada Rabu (27/1/2016) mendatang.
Surat permintaan pemberian keterangan tersebut, telah dilayangkan Kejaksaan satu pekan sebelumnya.
Meski demikian, Kejaksaan Agung masih belum dapat memastikan kehadiran politisi Partai Golkar itu.
"(Permintaan) satu dan kedua tidak ada konfirmasi, tidak ada konfirmasi secara resmi yang saya terima," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (25/1/2016).
Arminsyah mengaku penolakan pada permintaan sebelumnya dia ketahui hanya melalui pemberitaan dan tidak ada penolakan resmi dari Novanto.
Pada permintaan keterangan pertama dan kedua, beberapa waktu lalu, Novanto menolak hadir. Namun, Korps Adhyaksa tidak dapat melakukan pemanggilan paksa. Pasalnya, kasus dugaan permufakatan jahat ini, masih dalam tahap penyelidikan, sehingga penolakan dari orang yang dimintai keterangan tidak memiliki konsekuensi hukum.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.
Dalam penyelidikan kasus ini Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta bantuan dari ahli tekonologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selain meminta pendapat dari ahli dua perguruan tinggi negeri, pada penyelidikan ini sudah 12 orang yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung. Orang-orang tersebut adalah Maroef Sjamsoedin; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said; Sekretaris Pribadi Setya Nivanto, Medina; Sekjen MPR DPR, Winantuningtyastiti Swasanani; Deputi I Staf Kepresidenan, Darmawan Prasodjo; Komisaris PT FI, Marzuki Darussman; hingga empat orang pegawai Hotel Ritz Carlton Jakarta.
Hanya pengusaha Riza Chalid dan Setya Novanto yang belum memberikan keterangan.