TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalau memang kasus pemufakatan jahat PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah dituduhkan kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto memiliki bukti kuat sebaiknya Kejaksaan Agung segera membuktikan pasal tersebut kepada publik.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf kasus tersebut jauh dari kata persekongkolan ataupun pemufakatan jahat.
Sebab menurut dia, tidak ada kesepakatan antara pihak pertama PT Freeport Indonesia (PTFI) yang diwakili Maroef Sjamsoeddin dan pihak kedua Setya Novanto dan Riza Chalid.
Selain itu, tidak ada tindak lanjut atas pertemuan pihak pertama dengan pihak kedua tersebut.
"Contoh kepada kita yang sedang menelepon, terus kita rencanakan 'kang kita rampok bank yuk', tapi di ending kita tidak melaksanakan itu. Kan cuma niat, tidak ada aksi. Saya rasa kalau kita lihat agak sulit untuk membuktikan itu," ujar Asep.
Kejaksaan Agung, lanjut dia, seharusnya lebih bersikap arif dan mengakui kesalahannya yang tergesa-gesa dalam melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.
"Kalau benar ada pemufakatan jahat, buktikan saja. Jangan terlalu lama, masyarakat menunggu akan hal ini," kata dia .
Merujuk dari akhir pembicaraan antara pihak pertama dan pihak kedua, lanjut Asep, sebenanya Kejaksaan Agung bisa menyimak.
Terlebih soal putusan MKD DPR, yang memberi sanksi hukum sedang kepada Setya Novanto.
"Artinya Kejagung masih kesulitan untuk membuktikan ini," ujar dia.
Terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir berpendapat bahwa pada prinsipnya dalam kasus suap ada prosesi 'ijab qobul' antara kedua bela pihak.
Memberi atau menjanjikan satu sama lain.
Jika menilik pada kasus papa minta saham, lanjut dia, tidak ada unsur yang disebutkan seperti di atas. Karena, 'ijab qobul' pihak pertama dan pihak kedua tidak terjadi.
"Kalau belum ada 'ijab qobul' belum bisa disebutkan tindak pidana suap," ujar Mudzakkir.
Kejaksaan Agung, lanjut dia, seharusnya tidak bereaksi begitu cepat dalam kasus ini.
Sebab, Kejaksaan Agung merupakan lembaga hukum negara. Sehingga, perlu berhati-hati dalam bertindak.
"Apalagi dalam kasus papa minta saham ini diakhir pembicaraan tidak ada kata setuju antara kedua belah pihak. Maka percobaan atau tindak pidana suap belum terjadi," kata dia.