Erry mengatakan, sebagian anggota DPRD yang menerima uang suap terkait pembahasan APBD tersebut sudah mengembalikan uangnya.
Meski terus didesak, Erry enggan menyebut nominal uang yang dikembalikan Evi.
"Saya tidak tahu," kata dia.
Erry enggan berandai-andai jika istrinya bisa ditersangkakan karena sempat menerima suap tersebut.
Jika hal tersebut terjadi, ia mengaku akan kooperatif.
"Tidak ada masalah, semua kita serahkan kepada penyidik. Tapi kita jangan berandai-andai dan menduga-duga," kata Erry.
Mulanya, KPK melakukan penyelidikan dugaan korupsi dalam proses hak interpelasi di DPRD Sumut.
Setelah melakukan pemeriksaan saksi dari anggota DPRD aktif Sumut dan mantan anggota DPRD Sumut, terungkap bahwa dugaan korupsi tak hanya terjadi pada proses interpelasi.
KPK menemukan adanya dugaan korupsi dalam pengadaan APBD 2014 di Sumut.
Dalam penyelidikan ini, KPK juga meminta keterangan Gatot Pujo Nugroho, Gubernur nonaktif Sumut yang kini terjerat kasus suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan.
Diduga, Gatot menyuap anggota DPRD Sumut untuk membatalkan hak interpelasi terhadapnya. Adanya dugaan penyelidikan baru menguat setelah KPK menggeledah Kantor DPRD Sumut dan menyita dokumen hak interpelasi DPRD, salah satunya menyangkut kasus yang menjerat Gatot di KPK.
Selain dokumentasi interpelasi, KPK juga dikabarkan membawa data yang berisi presensi dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Hak Interpelasi tersebut diajukan menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sebagai kepala daerah. Namun, DPRD Sumut batal menggunakan hak tersebut.
Keputusan atas hak interpelasi diputuskan melalui pemungutan suara di dalam rapat paripurna DPRD Sumut. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan satu orang abstain.