TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi telah memanggil Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Victor Nadapdap terkait kasus suap kepada pejabat Mahkamah Agung.
Pemanggilan Victor tersebut ternyata karena KPK ingin mengetahui sejauh mana hubungan antara para advokat yang beracara dengan para hakim. Victor diperiksa sebagai saksi untuk tersangka seorang advokat Awang Lazuardi Embat.
"Yang dipertanyakan apakah advokat bisa melobi pejabat pengadilan," kata Victor di KPK, Jakarta, Kamis (25/2/2016).
Menurut Victor dalam kode etik, seorang advokat bisa menemui hakim atau pejabat pengadilan yang berhubungan dengan perkara namun harus didampingi jaksa.
"Jadi, saya tidak menyatakan bahwa si tersangka ini bagaimana, tapi kode etik kita yang melarang menemui pejabat peradilan untuk suatu perkara," kata dia.
Walau demikian, Victor mengatakan secara umum advokat tidak bisa menemui hakim atau pejabat peradilan terlebih dalam pertemuan tersebut menjanjikan sesuatu.
Jika ada yang terjadi, jika pertemuan tersebut dilaporkan ke Peradi, maka organisasi akan menindaknya dan diberikan sanksi.
"Bahkan kalau itu sampai ada penyuapan segala macam, maka ada pemberhentian secara permanen," lanjut dia.
Terkait nasib Awang, Victor mengatakan itu bergantung pada putusan pengadilan. Apabila Awang diputus pidana lebih dari empat tahun, maka dia akan diberhentikan dari Peradi.
Sebelumnya Awang memberikan uang diduga suap Rp 400 juta kepada Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna (kini diberhentikan sementara).
Uang tersebut berasal dari Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi. Suap tersebut guna penundasan salinan putusan kasasi dengan terdakwa Ichsan. Tidak berselang lama, KPK menetapkan keduanya bersama seorang pengacara Awang Lazuardi Embat sebagai tersangka. Awang sendiri adalah perantara Ichsan dengan Andri.