TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bermodal suap Rp 400 juta, Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi ingin memperpanjang masa hidup menghirup udara bebas.
Pada 9 September 2015 lalu, Ichsan sudah diputus kasasi pidana penjara lima tahun terkait kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji, Lombok Timur.
Ichsan ingin agar salinan putusan tersebut ditunda dikirim dan segera mengajukan upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali (PK).
"Dengan salinan putusan ditunda jadi tidak dieksekusi. Jadi sempat PK," kata kuasa hukum Ichsan, Otto Bismarck, di Jakarta, Sabtu (27/2/2016).
Otto mengaku tidak tahu siapa yang membisiki Ichsan untuk menerapkan strategi tersebut.
Otto juga tidak tahu sebab kliennya itu mengajukan kasasi atas putusan banding di Mataram.
Pasalnya, Otto pernah menyarankan agar Ichsan tidak kasasi karena opsi tersebut bukanlah pilihan terbaik terkait kasus korupsi.
Berdasarkan penuturan Ichsan kepada dirinya, kliennya ternyata merasa tidak mendapatkan keadilan sehingga meminta Andri untuk menunda salinan putusan kasasi Ichsan yang sudah diputus pada 9 September 2016.
Menurut Otto, perusahaan Ichsan akan dibayar melalui audit claim pada tahun 2010 terkait pembangunan dermaga tersebut. Yang mengajukan permohonan audit claim adalah dari Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Audit tersebut, kata dia, melibatkan BPKP dan dari Universitas Mataram.
Dari hasil audit, PT Citra Gading Asritama berhak mendapatkan bayaran Rp 11 miliar lebih.
Tahun 2014, Kejaksaan Negeri Nusa Tenggara Barat kemudian melakukan penyidikan terkait pembangunan dermaga tersebut dan mengajak ahli dari universitas yang sama. Ditemukan kerugian negara lebih dari Rp 4 miliar.
"Kok hasil bisa beda padahal permintaan audit claim dari Pemerintahan Lombok," kata dia.
Ichsan divonis pidana penjara 1,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Mataram dan membayar kerugian negara 3 juta. Karena tidak puas, Icsah kemudan banding.
Apes bagi Ichsan dia dipidana 3 tahun pejara. Ichsan mencoba kasasi. Ichsan divonis lebih berat lagi yakni 5 tahun dan membayar denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara dan dikenakan uang pengganti sebesar Rp 4,46 miliar subsidair 1 tahun penjara.
"Ini ibaratnya kalau kita tenggelam di laut, ranting pun kita pegang supaya selamat," tukas Otto.