News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Gerhana Matahari Total

Astronom Ini Bakal Tiga Kali Tebar 'Virus' Astronomi Gerhana Matahari

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga mencoba kacamata gerhana matahari total (GMT) di Planetarium TIM Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2016). Planetarium akan memfasilitasi warga yang hendak menyaksikan fenomena gerhana matahari. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sebagai seorang astronom Cecep Nurwendaya bersyukur bisa menjadi saksi sejarah ketiga kalinya Fenomena Gerhana Matahari melintasi langit Indonesia.

Astronom dari Pusat Planetarium dan Observatorium Jakarta itu ingin keindahan itu juga dirasakan dan dimengerti oleh masyarakat.

Untuk itu, pada gerhana matahari total 2016, Cecep berada di Jakarta. Meski dia hanya bisa mengamati gerhana matahari parsial yang melintasi Ibukota Indonesia, tetap membuatnya bersemangat untuk membumikan ilmu astronomi.

Sejumlah rencana telah disusunnya dan tim, jauh-jauh hari agar Gerhana Matahari Total hari ini. Rabu (9/3/2016) tak hanya menyaksikan keindahan saat matahari tertutup bayangan bulan.

Apalagi teknologi yang telah berkembang memungkinkan Cecep mengamati daerah yang terdampak gerhana secara total melalui siaran live streaming.

Meski bukan kali pertama terjadi di Indonesia, Gerhana Matahari tetaplah terasa istimewa karena disambut positif oleh pemerintah dan masyarakat.

Pasalnya pengalamannya melihat dua fenomena gerhana matahari total sebekumnya jauh berbeda entusiasmenya di Indonesia.

Selama hidupnya, Cecep pernah melihat gerhana matahari total yang berlangsung pada 1983 dan 1988.

Ketika fenomena alam itu berlangsung pada 17 Juni 1988, Cecep masih bekerja di Pusat Observatorium Boscha, Lembang, Jawa Barat.

Peristiwa yang berlangsung selama sekitar lima menit itu pada sekitar 11.30 WIB, Cecep mengamatinya di Lapangan Migas Cepu, Jawa Tengah.

"Situasi gerhana saat 1983, seperti waktu hendak magrib. Planet-planet seperti Venus dan Mars terlihat seperti bintang," kenang Cecep saat ditemui di Pusat Planetarium dan Observatorium Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Cecep mengingat saat peristiwa tersebut berlangsung, beberapa binatang malam yang tertipu fenomena alam kembali beraktivitas.

"Waktu itu, kelelawar keluar dan jangkrik mulai berbunyi," kenangnya, sembari tersenyum mengingat kenangan itu.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa dilupakan sekaligus disayangkan Cecep.

Yakni, Masyarakat Indonesia saat itu tidak mendapat informasi secara tepat. Malah saat itu, menghindari kejadian yang menurut Astronom ini sangat indah.

"Saat itu banyak orang yang berhamburan ke luar karena melihat orang asing bersiap memantau gerhana, tapi ketika mulai gelap mereka malah bersembunyi di dalam rumah," tuturnya.

Beberapa astronom asing yang ikut melihat gerhana, tutur Cecep, melihat warga Indonesia seolah masih primitif.

Berselang sekitar lima tahun, 18 Maret 1988, gerhana matahari total kembali terjadi di Indonesia. Sebagai astronom, Cecep kembali mengamatinya.

Pada gerhana matahari kali keduanya, Cecep mengamatinya di Palembang, Sumatera Selatan.

Saat itu, situasi yang telah berbeda. Masyarakat Indonesia sudah tidak takut lagi menikmati gerhana matahari total.

"Tahun 1988, sudah mulai banyak orang yang menikmati berlangsungnya gerhana matahari," ujarnya.

Gerhana matahari total pada Rabu (9/3/2016) nanti merupakan momen penting bagi dunia astronomi Indonesia. Cecep tak ingin fenomena itu berlalu begitu saja bagi astronom, siswa, guru dan masyarakat luas yang akan menyaksikan fenomena alam itu di Planetarium.

Karena di balik keindahannya, gerhana itu menyimpan segudang ilmu pengetahuan yang menarik untuk terus dipelajari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini