Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Tanggal 9 Maret 2016 merupakan waktu yang bersejarah bagi langit dan astronomi Indonesia karena di tanggal itu terjadi peristiwa langka yaitu gerhana Matahari total (GMT).
Suasana gelap yang terjadi secara tiba-tiba saat momen gerhana matahari dikhawatirkan akan membingungkan hewan yang siklus hidupnya teratur.
Apakah akan ada perubahan perilaku dari hewan-hewan yang berada di hutan konservasi di tanah air?
Bagaimana pengaruh gerhana terhadap satwa liar di Indonesia ?
Guru Besar Ekowisata Institut PertaniannBogor (IPB), EKS Harini Muntasib menjelaskannya untuk pembaca Tribunnews.com.
Satwa liar di Indonesia sebagian besar masih hidup di dalam hutan, di gua-gua, sebagian lain di savana atau yang ada di perairan.
Pada satwa yang tidak mendapatkan sinar matahari biasanya berwarna pucat.
Jadi pada periode yang terus menerus matahari dapat mempengaruhi pewarnaan pigmen satwa.
Pergerakan satwa juga dapat dipengaruhi oleh cahaya. Misal lebah dan burung menggunakan sinar matahari sebagai pedoman berreaksi dan menentukan arah untuk pergerakan harian dan migrasinya.
Jadi kalau terjadi gerhana yang waktu gelapnya relatif singkat, pada prinsipnya tidak terlalu berpengaruh kecuali pada pergerakan hariannya.
"Ketika sinar matahari kembali normal maka satwa segera melakukan kegiatannya secara normal kembali," jelas pakar Ekowisata Satwa Liar dan konservasi ini kepada Tribun, Selasa (8/3/2016).
Apabila dilihat pada pengaruh temperatur, maka gerhana akan menyebabkan penurunan temperatur sesaat.
Dan satwa umumnya lebih menyesuaikan diri dengan penurunan temperatur. Hal itu berbeda jika yang terjadi adalah peningkatan temperatur. Misal ada kebakaran atau gunung meletus.