TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menangkap Deviyanti Rochaeni, seorang perempuan jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan sisi lain kehidupan Deviyanti yang bersuamikan seorang sopir dan sehari-hari berjualan kue untuk menambah penghasilan.
Devyanti ditangkap KPK di ruang kerjanya, 11 April 2016, setelah menerima uang suap Rp 582 juta yang diberikan Ny Leni Marlina, istri Jajang Abdul Kholik (terdakwa kasus penyalahgunaan uang BPJS Kabupaten Subang).
Uang tersebut berasal dari Bupati Subang, Ojang Sohandi, untuk Deviyanti dan Jaksa Fahri Nurmalio.
Ketika menyampaikan latar belakang Devi di hadapan anggota Komisi III DPR, Kamis (21/4/2016), Jaksa Agung tampak berkaca-kaca dan suaranya serak menahan kesedihan. Ia bahkan sempat berhenti bicara beberapa saat.
"Devi ini pernah bertugas di Pontianak, kemudian di Sumatera Selatan, kalau nggak salah di Baturaja. Terakhir ke Bandung. Suaminya seorang sopir," kata HM Prasetyo dengan suara terbata-bata.
Setelah berhenti bicara sejenak, Prasetyo menambahkan, "Untuk menambah penghasilan, ia jualan kue. Ketika ditangkap ia sedang menyiapkan jualan kue."
Jaksa Agung juga menceritakan latar belakang Jaksa Fahri Nurmalio yang kini bertugas di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah setelah dimutasikan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Prasetyo menyebut Fahri merupakan jaksa yang baik.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo yang memimpin rapat sempat memotong pembicaraan Prasetyo.
"Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah)?" kata Bambang.
"Bukan Fahri Hamzah. Ini kebetulan satu kampung sama saya dan Pak Akbar Faizal dari Borneo. Anak ini baik. Saya coba telusuri track record-nya, dikenal jaksa yang baik. Tapi kembali lagi itu musibah, harus dihadapi," kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Devi berawal dari kasus dugaan korupsi dana BPJS di Kabupaten Subang. Diduga Bupati Subang terlibat dalam kasus itu.
"Namun ada usaha bagaimana agar bupati dinyatakan tidak terlibat dengan kasus itu. Jadi perkara ini ditangani oleh Polda Jawa Barat. Kejaksaan menerima berkas dari Polda. Mestinya perlu ditelusuri kalaupun ada usaha untuk mengeliminir kasus ini," ungkapnya.