News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PWI Bantu Promosikan Indonesia di Korea

Editor: Robertus Rimawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Asosiasi Wartawan Korea Selatan (JAK) Jung Kyu Sung dan Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Teguh Santosa dalam Forum Wartawan untuk Perdamaian Dunia di Seoul, April 2016.

TRIBUNNEWS.COM - Sudah tiga tahun terakhir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Asosiasi Wartawan Korea Selatan (JAK) melakukan kegiatan saling kunjung mengunjungi.

Program persahabatan ini diharapkan dapat membantu promosi Indonesia di negeri ginseng, dan sebaliknya.

“Dalam banyak hal, terutama berkaitan dengan proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, Indonesia sering dibandingkan dengan Korea Selatan."

"Ini kesempatan baik bagi komunitas pers kedua negara untuk saling memahami, bukan hanya isu di permukaan, tetapi juga hal-hal lain yang seringkali luput dari pemberitaan,” ujar Ketua bidang Luar Negeri PWI Teguh Santosa.

Teguh mengatakan, delegasi JAK akan kembali mengunjungi Indonesia pada pekan ini.

Direncanakan, Selasa malam (17/5/2016), delegasi JAK akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan Korean Air.

Delegasi JAK yang berjumlah 10 wartawan itu dipimpin Presiden JAK Jung Kyu Sung.

Selain Jakarta, delegasi JAK juga dijadwalkan berkunjung ke Palembang, Sumatera Selatan.

“Hubungan PWI dengan JAK sangat bagus. Program ini kami yakin bisa membantu promosi Indonesia di Korea Selatan."

"Selain program ini, pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 lalu di Lombok, pimpinan JAK juga hadir,” kata Ketua Panitia HPN 2016 ini lagi.

Teguh mengatakan, dalam buku Negara dan Pembangunan yang terbit awal 1990an lalu, Prof Arief Budiman membandingkan Indonesia dan Korea Selatan sebagai dua negara Asia yang mengawali proses pembangunan pada kurun yang sama.

Selain itu, aktor utama, teori dan metode pembangunan yang dipilih kedua negara juga relatif sama.

“Tetapi pada perkembangannya, hasil pembangunan kedua negara berbeda. Korsel disebut Prof Arief Budiman menjadi negara otoriter biroktatik yang pro pembangunan, sementara Indonesia menjadi negara otoriter birokratik yang pro rente,” kata dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah ini lagi.

Di akhir 1990an, Indonesia dan Korea Selatan sama-sama menghadapi krisis finansial yang dalam waktu singkat berubah menjadi krisis ekonomi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini