Ia menjelaskan, hukuman kebiri akan diberikan melalui suntikan kimia dan dibarengi dengan proses rehabilitasi.
Proses rehabilitasi tersebut untuk menjaga pelaku tidak mengalami efek negatif lain selain penurunan libido.
Suntikan kimia ini pun sifatnya tidak permanen. Menurut Sujatmiko, efek suntikan ini hanya muncul selama tiga bulan.
Oleh karena itu, suntikan kimia akan diberikan secara berkala kepada pelaku melalui pengawasan ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan.
Pengawasan bertujuan untuk memonitor pelaku, jangan sampai pelaku mengalami dampak negatif lain selain penuruan libido.
"Hukuman kebiri bukan berarti memotong alat vital pelaku. Di sinilah kami tetap memperhatikan pertimbangan hak asasi manusia. Tidak permanen dan pelaku akan terus dipantau sampai insyaf. Kebiri juga akan dibarengi dengan rehabilitasi jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya," kata Sujatmiko.
Sujatmiko menambahkan, hukuman suntikan nantinya akan diberikan oleh tenaga media profesional dari kementerian yang menangani.
Teknis pelaksanaan hukuman kebiri akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). PP tersebut, kata Sujatmiko, mengatur secara teknis bagaimana proses penyuntikannya dan siapa yang akan memberikan suntikan.
Selain itu, hukuman suntikan paling lama dilakukan selama 2 tahun, setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokoknya.
Misalnya, seseorang divonis 15 tahun penjara, maka suntikan akan dilakukan setelah pelaku menjalani vonis tersebut. Kemudian, pelaku juga akan dipasangi cip agar pergerakannya mudah dipantau.
"Yang kami lakukan ini adalah sebuah cara untuk menimbulkan efek jera. Apakah ini efektif, nanti kami akan lihat ke depannya," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, setiap orang bisa menyatakan pendapatnya terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diterbitkan pemerintah.
"Setiap orang bisa saja bicara atau berpendapat berbagai macam, tetapi kan memerkosa atau kekerasan seks yang dilakukan itu, apalagi terhadap anak-anak, itu tidak manusiawi," ujar Luhut.
Mengenai teknis pelaksanaan hukuman, Luhut menyebut hal itu akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) yang kini masih dalam pembahasan.
"Ya, makanya perlu ada koordinasi tersendiri. Perlu ada rapat tersendiri untuk memutuskan bagaimana langkah-langkah teknisnya untuk menerjemahkan keputusan yang telah dibuat oleh Presiden," kata dia.
Meski demikian, Luhut yakin bahwa PP tersebut akan segera diterbitkan oleh pemerintah.
"Saya kira kalau sudah Presiden tanda tangan pasti sesegera mungkin," kata dia. (tribunnews/fer/kps)