TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menugaskan utusan khusus untuk menangani perkara Rita Krisdianti (27), tenaga kerja Indonesia yang akan dihukum gantung di Malaysia.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah Indonesia mengirim mantan Kapolri Dai Bachtiar untuk menangani perkara Rita.
"Pemerintah sudah mengutus Pak Dai Bachtiar, mantan Duta Besar Indonesia di Malaysia," kata Pramono Anung, Sekretaris Kabinet di Istana Kepresidenan, Rabu (2/6/2016).
Rita tercatat sebagai tenaga kerja asal Ponorogo, Jawa Timur. Mahkamah Tinggi Penang, Malaysia memvonis hukuman mati terhadap Rita lantaran tertangkap tangan menyelundupkan narkoba sabu-sabu seberat empat kilogram ke Malaysia pada 2013 lalu.
Menurut Pramono, Dai Bachtiar berupaya mendampingi Rita secara hukum. Pemerintah Indonesia berharap proses hukum bisa ditunda agar memberi ruang untuk pendekatan diplomasi kepada pemerintah Malaysia.
"Pak Dai memang ditugaskan di beberapa tempat dan cukup banyak tugasnya," kata Pramono.
Nasib Rita yang mendapat vonis hukuman mati menyulut keprihatinan warga Ponorogo. Sejumlah warga menggelar aksi demi Rita.
Aksi berlangsung di depan kantor DPRD setempat, tepat di depan Alun-alun kota. Mereka menyalakan lilin dalam kelompok kecil. Kelompok kecil ini seolah membentuk kalimat Save Rita.
Selain menyalakan lilin, mereka juga membentangkan poster kecil bertuliskan "Gantung Rita=Harga Diri NKRI, Pak Jokowi Tolong Selamatkan Rita".
Supriadi, warga yang menjadi koordinator aksi menyatakan kesedihannya atas nasib pahlawan devisa asal Bumi Reog ini.
Lilin yang dinyalakan khusus untuk Rita ini diibaratkan harapan di tengah kegelapan akan nasib para buruh migran.
"Lilin ini untuk menyalakan semangat Rita di Malaysia," terangnya.
Perkara hukum yang membelit Rita bermula pada Januari 2013 lalu. Saat itu, Rita mengadu nasib di Hongkong.
Nasib Rita tidak mujur saat kembali ke agensi di Hongkong pada Maret 2013. Ia justru tidak kunjung mendapat pekerjaan. Ia menjadi pengangguran di Hongkong.
Pada Juli 2013, Rita berniat memutuskan kembali ke Indonesia. Niat itu sirna saat rekan Rita menawarinya bisnis kain sari dan pakaian asal India.
Namun, bukan bisnis kain sari dan pakaian asal India yang dilakoni Rita. Rita justru harus berurusan dengan polisi karena diduga terlibat jaringan narkoba.
Rita ditangkap kepolisian Malaysia 10 Juli 2013, di Penang setelah mengambil koper yang dibawanya dari New Delhi di bagasi. 30 Mei 2016 Rita divonis hukuman gantung oleh pengadilan Penang.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem Prananda Surya Paloh berharap Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri membongkar kasus Rita.
Langkah ini akan menyakinkan Malaysia untuk membebaskan Rita dari hukuman mati.
"Untuk meyakinkan otoritas hukum Malaysia, BNN dan Polri harus mengungkapkan jaringan obat bius yang seringkali menggunakan human carrier dari barang dengan berbagai modus yang tidak diketahui korbannya sendiri, bahwa mereka membawa barang berbahaya," urainya.
Ia menjelaskan, langkah itu sekaligus sebagai pencegahan korban sindikat narkoba selanjutnya.
Tidak jauh berbeda, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mendesak pemerintah serius mempersiapkan langkah-langkah membebaskan Rita.
"Memang aturan yang ada di Malaysia, kita pahami. Namun yang harus kita pastikan adalah perlindungannya untuk pendampingan hukum. Karena Rita ini disinyalir korban," tegas Politisi Golkar ini. (tribunnews/mal/fer/nic)