TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai pelaku vaksin palsu layak dihukum mati.
Ia mencontohkan di negara lain seperti Singapura pelaku kasus seperti itu akan mendapat dihukum mati.
"Sama atau lebih daripada narkoba. Kalau narkoba remaja sampai tua. Vaksin ini bayi, kalau vaksin ini salah berdampak bagaimana nasib bangsa," kata Desmond di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/6/2016).
Desmond mengakui UU tidak maksimal mengatur hukuman mengenai vaksin palsu. Hukumannya pun tidak seberat di negara lain.
Politikus Gerindra itu kembali mencontohkan UU di Cina yang bisa menghukum mati pelaku telor palsu atau beras plastik. Hal itu dilakukan karena Cina melindungi warganya.
"Kekosongan hukum (Indonesia) dipakai pelaku vaksin. Apakah pemerintah tidak mengantisipasi anak yang divaksin. Apakah tidak punya duit atau ada kesengajaan," kata Desmond.
Ia pun melihat kinerja BPOM sangat kurang mengantisipasi produk vaksin palsu. Desmond menilai lembaga pengawas obat dan makanan itu layak dibubarkan.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi menilai kasus vaksin palsu merupakan pelanggaran hak anak. Ia pun meminta penerapan hukuman maksimal.
"Artinya , apapun yang merupakan pelanggaran kepada anak dan membahayakan anak, maka mohon dikenakan hukuman yang paling maksimal," kata Seto di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Ia mengingatkan semua pihak tak boleh bermain-main dengan masa depan, kesejahteraan dan kesehatan anak. Pria yang akrab dipanghil Kak Seto menilai pelaku vaksin palsu tidak memiliki hati nurani karena mendapatkan keuntungan dari perbuatan tersebut.
Apalagi, kata Kak Seto, pelaku vaksin palsu adalah padangan suami istri. Kasus tersebut agar menjadi pelajaran buruk bagi masyarakat.
"Karena anak-anak itu yang paling mudah dikorbankan, apa saja. Entah narkoba, vaksin palsu, entah apa saja. Saya rasa kalau narkoba bisa hukuman mati, kenapa ini tidak? Jadi mohon, sangat berbahaya," imbuhnya.