Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berjanji tidak akan mengerjai para pengemplang pajak yang memanfaatkan Undang-Undang Pengampuan Pajak atau tax amnesty.
Pernyataan tersebut disampaikan Staf Khusus Menteri keuangan, Arif Budimanta, menanggapi kemungkinan adanya pihak yang sudah mendaftarkan diri kemudian data-datanya ditolak Pemerintah.
Arif menepis kemungkinan tersebut karena prosedur untuk mendapatkan pengampunan pajak sebenarnya sangat sederhana.
Kata Arif, semua harta yang dilaporan pada dasarnya adalah kemauan dari si pelapor itu sendiri.
"Termasuk misalnya harta bersih dikurangi utang. Itu juga self assesment, artinya voluntary base. Dokumen yang disampaikan itu dianggap sebagai sebuah fakta yang dilaporkan secara benar," kata Arif di Jakarta, Sabtu (23/7/2016).
Menurut Arif, dokumen yang disusun si pelapor adalah dasar bagi Pemerintah untuk memberikan pengampunan.
Lagi pula, kata Arif, uang yang disimpan di luar negeri sebenarnya tidak semua dikategorikan 'black money'.
"Terpenting secara kelengkapan administrasi itu sudah dipenuhi semuanya," kata dia.
Arif mencontohkan India yang pernah menerapkan serupa untuk membangun negaranya.
Kata Arif, India sudah pernah memberlakukan Undang-Undang Pengampunan Pajak pada tahun 2008 untuk mengatasi pelemahan ekonomi.
Jauh sebelumnya, di tahun 1980-an, India bahkan mengincar black money dari warga negaranya.
"Ada 350 ribu orang yang terlibat ikut melaporkan dalam tax amnesty di India. Beberapa negara di Eropa juga pernah," kata Arif.