TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator KontraS Haris Azhar mengaku tak bermaksud mencemarkan nama baik institusi negara, mengungkap pengakuan terpidana mati Freddy Budiman yang dia unggah di media sosial.
Menurutnya, institusi negara merupakan institusi publik, sehingga setiap warga berkontribusi dalam pengawasan dan kemajuan kerja institusi tersebut.
"Cerita Busuk Seorang Bandit, tidak ditujukan dan dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik Polri, BNN dan juga TNI. Ini adalah upaya kami untuk memberi informasi, dimana informasi tersebut telah kami upayakan agar didengar dan diterima Presiden RI," kata Haris di Sekretariat Kontras, Jumat (5/8/2016).
Mengingat cerita tersebut adalah satu dari ribuan informasi yang didapat dari hasil kerja di KontraS, ia menegaskan unggahan melalui media sosial tersebut, untuk memastikan publik mendapatkan informasi secara terbuka.
"Harapan tersebut tidak mendapat respon yang memadai. Oleh karenanya kami memilih untuk mengunggah lewat medsos," pungkasnya.
"Termasuk memiliki kebebasan untuk mengutarakan kesalahan pelaksana atau kebijakan dari institusi, kita wajib turut serta dalam upaya perbaikannya," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan, sebaiknya menunggu hasil penyelidikan yang sedang dilakukan Polri atas apa yang diungkap Haris Azhar.
"Itu (pembentukan tim independen) kita serahkan saja ke Polri. Karena lembaga yang punya hak dan kewajiban itu polisi," kata Kalla.
Haris sebelumnya dilaporkan Badan Narkotika Nasional, TNI dan Polri ke Bareskrim Polri.
Dalam keterangan yang disampaikan, Haris menyebut, jika ada keterlibatan oknum anggota di tiga lembaga itu di balik bisnis haram Freddy. Cerita itu didapat Haris saat bertemu Freddy pada 2014 lalu.
Kalla menambahkan, baik Polri maupun TNI sebenarnya telah memiliki mekanisme internal apabila memperoleh informasi terkait adanya oknum personelnya yang terlibat praktik pidana.
"Di TNI ada PM, di Polri ada propam. Tapi butuh analisa internal," kata dia.
Lebih jauh, Kalla meminta, agar Haris tak perlu khawatir dengan laporan yang dibuat ketiga instansi itu terhadapnya.
Menurut dia, Haris seharusnya dapat memanfaatkan pelaporan itu untuk mengungkap kebenaran apabila dipanggil untuk dimintai keterangan.
Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI) Benny Sabdo sebelumnya, mengusulkan agar Presiden Joko Widodo segera membentuk tim independen yang terdiri dari unsur Polri, TNI,dan BNN untuk mengusut cerita Freddy Budiman.
Tim tersebut juga harus melibatkan Haris sebagai orang yang pertama kali memberikan petunjuk soal keterlibatan institusi penegak hukum dalam jaringan peredaran narkoba.
Pembentukan tim independen tersebut dimaksudkan agar petunjuk dari Freddy tidak menguap dan hanya berujung pada kriminalisasi Haris Azhar.
"Presiden harus turun tangan dengan membentuk semacam tim independen dengan melibatkan Polri, TNI, BNN dan juga Haris Azhar," kata Benny.
Benny mengatakan, pengakuan Freddy kepada Haris terkait adanya aliran uang hingga Rp 450 milliar kepada BNN dan Rp 90 milliar kepada pejabat tertentu di Polri serta Bea dan Cukai jelas mengindikasikan ada permasalahan serius dalam penegakan hukum di Indonesia.
Menurut dia, hal itu yang seharusnya menjadi perhatian utama, bukan pada tindakan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Haris Azhar.
"Perang terhadap narkoba tampaknya masih sebatas slogan," ujar Benny. Selain itu, Benny juga berpendapat, Presiden harus menunjukkan keseriusan dengan segera membersihkan aparat yang terlibat dalam bisnis narkoba tersebut.
"Jika aparat yang seharusnya berperang melawan mafia narkoba saja terlibat, bagaimana barang haram itu dapat diberantas," kata dia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan, informasi yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Haris Azhar, ditindaklajuti.
Tujuannya, agar informasi yang disampaikan terang benderang. Informasi yang disampaikan Haris merujuk kesaksian terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, yang menyebut ada keterlibatan TNI, Polri dan Badan Narkotika Nasional, di balik bisnis haram yang dijalankannnya. "Semua informasi harus diteliti," kata Kalla. (tribunnews/yurike/nurmulia rekso/kompas.com)