Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil redaktur pelaksana Harian Kompas, Tri Agung Kristanto ikut berkomentar soal vonis bebas yang diberikan pada Sahat Syafii Gurning, pemuda asal Sibolga, Sumatera Utara yang mengubah Pancasila menjadi Pancagila.
Menurutnya upaya penjeratan Sahat dalam hukum pidana merupakan bentuk degradasi pemahaman bangsa ini terhadap lambang dan dasar negara.
"Sudah cukup jelas kalau dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2009 yang bisa dijerat pidana hanya pelecehan kepada bendera, bahasa, lambang, serta lagu kebangsaan. Sementara kepada Pancasila tidak bisa karena dia dasar negara bukan lambang negara," ujarnya, Sabtu (6/8/2016).
Tri menduga adanya upaya mengasosiasikan Pancasila sebagai lambang negara karena dalam lambang garuda pancasila terdapat simbol-simbol yang menggambarkan pancasila.
Menurut Tri, Sahat hanya seorang aktivis yang hanya ingin menyuarakan kegundahannya tentang negara Indonesia yang sudah akut korupsi.
"Pancasila hanya alat untuk menyuarakan kegelisahannya. Sementara tujuan utamanya adalah menyindir pejabat negara yang suka korupsi. Kita harus cermat dalam menetapkan tujuan," ujarnya.