Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari posisinya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Archandra rupanya berpaspor ganda, yakni paspor Amerika Serikat dan paspor RI.
Peneliti S2 Kajian Intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib menilai BIN gagal memberi informasi valid kepada presiden.
"Seharusnya diminta maupun tidak diminta, BIN harus memberi data background calon menteri," ujar Ridlwan Habib yang juga Peneliti terorisme saat dihubungi Tribunnews.com, di Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Apalagi menurut Ridlwan, BIN mempunyai deputi bidang luar negeri dan deputi kontra intelijen yang mempunyai kemampuan pelacakan latar belakang orang.
"Apalagi dengan teknologi saat ini, hal itu bisa dilakukan hanya dalam hitungan jam," kata Ridlwan.
Koordinator Indonesia Intelligence Institute itu pun mencontohkan, untuk melihat latar belakang Archandra, BIN bisa menghubungi KJRI Houston dengan telepon.
"Bisa juga dilihat di website pelacakan nama, begitu nama kita tulis dalam 30 detik muncul kewarganegaraannya, " katanya.
Ridlwan melihat hal ini menunjukkan kelalaian kerja BIN yang ujungnya mempermalukan presiden.
"Saya kira ini bukan kesalahan Presiden semata-mata, namun mekanisme birokrasi terutama intelijen tidak berjalan baik," katanya.
Apakah Kepala BIN perlu bertanggungjawab ?
Menurut Ridlwan, secara etika tentu Sutiyoso wajar bertanggungjawab. Meskipun memang tidak ada norma hukum yang dilanggar, namun secara etika BIN sudah gagal.
"Saya kira Bang Yos orang Jawa yang sangat faham soal etika," katanya.