TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana meminta pemerintah adil dalam mengurusi status kewarganegaraan.
Ia menekankan, masalah kewarganegaraan tidak hanya dialami oleh mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar.
"Banyak juga warga Indonesia yang sudah mengucap sumpah ISIS kembali ke Indonesia dan status mereka harus jelas pula, mau jadi warga Indonesia atau tidak," kata Hikmahanto, dalam sebuah diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (19/8/2016).
Hikmahanto menolak wacana penerapan dwi-kewarganegaraan di Indonesia.
Menurut dia, revisi UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sebaiknya memfasilitasi kewarganegaraan anak hasil kawin campur.
"Prinsipnya ditetapkan dwi kewarganegaraan tidak setuju. Misalnya di Rohingnya mengungsi tapi belum ada negara yang mau menampung. Akhirnya ada di Indonesia. Suatu hari akan minta WNI dan Burma-nya masih," ujar Hikmahanto.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah agar melakukan kajian mendalam jika merevisi UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Kasus kewarganegaraan mencuat setelah Arcandra Taharkedapatan memiliki dwi-kewarganegaraan.
Arcandra diberhentikan secara hormat oleh Presiden Joko Widododan menunjuk Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan selaku pelaksana tugas Menteri ESDM.
Selain Arcandra, pencopotan Gloria Natapradja Hamel selaku calon Paskibraka mendapat perhatian publik. Gloria gagal mengibarkan bendera di Istana Merdeka karena memiliki paspor Perancis.