TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan terorisme ingin menunjukkan gerakan ini tidak mati.
Malah mereka bisa merekrut "calon pengantin" dari luar Jawa melalui kasus bom rakitan di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Jalan Dr mansyur Medan, Minggu (28/8/2016) kemarin.
Hal itu Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane tegaskan kepada Tribunnews.com, Senin (29/8/2016).
"Aksi upaya bom bunuh diri di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Medan, Sumut membuktikan bahwa gerakan terorisme mulai melebar lagi dan kelompok radikal mulai memperluas pengaruhnya. Dari kasus Medan para teroris sepertinya ingin menunjukkan bahwa gerakan mereka tidak mati malah bisa merekrut para "pengantin" dari luar Jawa," ujar Neta.
IPW sendiri mencatat, selama ini sebagian besar pelaku bom bunuh diri atau "pengantin" berasal dari Jawa Barat (Jabar) atau wilayah Jawa lainnya.
Tapi kasus Medan menunjukkan bahwa "pengantin" dari luar Jabar pun bisa muncul menebar teror bom bunuh diri, meski gagal.
Untuk itu, IPW menilai Polri perlu mengusut tuntas kasus bom Medan ini agar bisa diungkap secara tuntas, kelompok mana yang sudah berhasil merekrut "pengantin" dari luar Jawa.
Sementara pelaku yang tertangkap perlu dijaga maksimal agar tetap hidup dan terhindari dari "serangan" orang lain maupun melakukan aksi bunuh diri di tahanan, untuk menutup jaringannya.
Dari kasus bom Medan patut jadi pertanyaan juga, kenapa "serangan" terhadap stabilitas keamanan, sejak dua bulan terakhir atau sejak Tito Karnavian menjadi Kapolri, datang bertubi-tubi?
Hal itu bisa dilihat mulai dari kerusuhan Tanjung balai, Aceh, Tanah Karo, perusakan Polres Meranti, pembakaran polsek di Jambi dan Papua serta upaya bom bunuh diri di Medan.
"Apa yang terjadi sesungguhnya? Apakah untuk menjatuhkan citra Polri atau untuk menjatuhkan kredibilitas Tito sebagai Kapolri," katanya.
Sepertinya dia sarankan, intelijen Polri perlu bekerja keras untuk mengungkapkan, ada apa di balik semua ini. BIN juga perlu maksimal membantu Polri agar jajaran intelijen tidak terus menerus dituding kecolongan.
Selain itu, Polri perlu meningkatkan kewaspadaan dan bersikap tegas dalam menindak serta membersihkan kantong-kantong radikalisme yang berpotensi menjadi kelompok anarkis maupun kelompok terorisme di Indonesia.
"Sehingga gerakan aksi-aksi anarkis dan teror tidak terus menerus menjadikan Polri sebagai bulan-bulanan," katanya.