TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Palembang menuntut mantan Bupati Ogan Ilir Sumatera Selatan Ahmad Wazir Nofiadi untuk menjalani rehabilitasi ketergantungan narkoba selama enam bulan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Palembang.
Menanggapi hal tersebut Kepaa Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Slamet Pribadi mengatakan sebagai pihak yang menangkap Nofiadi lembaganya menghormati proses hukum.
"Itu kan proses peradilan. Kalau kami BNN nggak akan intervensi kasus itu. Kalau memantau iya," kata Slamet saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (8/9/2016).
Menurutnya, dari proses penyidikan, BNN juga sudah memutuskan bahwa Nofiadi lebih baik menjalani rehabilitas
"Yang namanya rehab harus continue, bersambung ngga boleh putus. Hingga akhirnya jaksa juga berpikir rehab ya kami hormati," kata Slamet.
Diketahui, Nofiadi ditangkap tim BNN di rumahnya di Ogan Ilir Minggu (13/3/2016), karena mengonsumsi narkotika jenis sabu. Satu hari setelahnya, dia pun digelandang ke markas BNN di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.
Menurut Slamet, rehabilitasi adalah bagian dari hukuman formil. Untuk itu pihaknya tak ingin campur tangan dengan tuntutan jaksa hingga putusan hakim.
"Kami juga akan memantau sisi rehabilitasi, bukan di pengadilan," kata Slamet.
Nofiandi sendiri kata Slamet termasuk dalam golongan penyalahguna.
Lebih lanjut Slamet hanya berharap jika proses rehabilitasi usai harus dilanjutkan dengan pasca rehab.
"Dalam hal ini adalah keluarga dan lingkungan, itu juga harus dijaga," kata Slamet.
Sebelumnya diberitakan jaksa Ursula Dewi, dalam persidangan yang dihadiri terdakwa di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (8/9/2016), meminta majelis hakim yang diketuai Andrianda Patria menyatakan, terdakwa bersalah melakukan penyalahgunaan narkotika, seperti tercantum dalam Pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009.
"Meminta majelis hakim memutuskan terdakwa menjalani rehabilitasi medis di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Palembang, sementara barang bukti dirampas untuk dimusnahkan," kata Ursula.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan dalam tuntutan tersebut, terdakwa merupakan kepala daerah dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.
Adapun hal yang meringankan bahwa terdakwa mengakui dan menyesali perbuatan dan belum pernah dihukum.
Seusai mendengarkan pembacaan tuntutan, majelis hakim melanjutkan persidangan dengan mendengarkan nota pembelaan terdakwa.
Dalam nota pembelaan yang dibacakan penasihat hukum, terdakwa dinyatakan meminta majelis hakim memberikan vonis seadil-adilnya karena terdakwa mengaku sebagai pemakai dan telah bertindak baik selama menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Badan Nasional Narkotika di Lido, Jawa Barat.
"Selain itu, terdakwa juga meminta majelis mempertimbangkan bahwa tidak ada barang bukti berupa narkoba. Terdakwa ini sejatinya merupakan korban peredaran narkoba dan korban perebutan kekuasan," kata anggota tim penasihat hukum.
Pada sidang sebelumnya, Nofiadi mengakui bahwa dirinya memakai narkoba sejak duduk di bangku SMA. Ia mengaku kali terakhir menggunakan sabu pada Desember 2015 sebelum ditangkap pada Maret 2016.