Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang sudah diterapkan sejak 2005 lalu, bertujuan agar lahir Kepala Daerah yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Hal ini disampaikan peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro.
Namun kenyataannya setelah lebih dari sepuluh tahun sistem tersebut diterapkan, sistem pemilihan langsung itu tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Di beberapa daerah yang terjadi justru kemunduran, yakni berkembangnya praktik dinasti politik.
"Ternyata demokrasi yang kita terapkan, justru membuat politik dinasti semakin tumbuh kembang," ujar Siti dalam pemaparannya di diskusi berjudul "Korpsi dan Dinasti Politik,"yang digelar di kantor PP. Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Praktik dinasti politik itu menghadirkan pemimpin yang kualitsnya tidak bisa dianggap baik.
Bila ada seoranng kepala daerah yang mengajak masuk kerabatnya untuk masuk ke dalam pemerintahan, maka yang terjadi berikutnya adalah Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Ada daerah yang Wali Kotanya, Ketua DPRDnya, Bappeda nya, dia semua. Seperti daerah itu punya nenek moyangnya," kata Siti,
Para pelaku politik dinasti itu juga akan melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasannya, termasuk dengnan politik uang.
Dengan sistem politik langsung seperti yang diterapkan sekarang, praktik politik uang punya peluang besar untuk merusak.
"Daerah-daerah yang tadinya tidak ada dinasti politik, justru sekarang muncul politik dinasti, Kemendagri mencatat sekarang ada enam puluh lima daerah yang menerapkan," jelasnya.
Hal yang penting untuk dilakukan untuk memberangus dinasti politik itu adalah denga penegakan hukum.
Lembaga seperti Badan Pengawas Pemillu (Bawaslu) harus bisa memberikan sanksi tegas, seperti diskualifikasi. Selain itu partai politik (Parpol) juga harus bisa menggelar sistem perekrutan yang lebih baik.
"Dengan sistem itu tidak ada yang tiba tiba jadi calon kepala daerah atau yang menjadi calon ketua partai. Dengan cara itu siapapun boleh saja berpolitik termasuk, anak ketua umum," terangnya.