TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan, penerbitan IUP yang tidak sesuai fakta, salah menunjuk lokasi ataupun bertentangan dengan UU, maka sanksinya hanyalah administrasi, bukan pidana.
Adapun koreksinya, melalui Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN, bukan KPK.
“Hal ini bisa berubah menjadi pidana, jika ada atau ditemukan bukti suap. Jika tak ada suap, seluruh ahli hukum di mana pun akan menyatakan bahwa semua itu hanyalah kesalahan administrasi belaka. Sebaliknya jika ada suap dan itu pidana, ya tangkap yang bersangkutan ,” ujar Margarito, Selasa (20/9/2016).
Penegasan Margarito ini menanggapi penyelidikan yang kini tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus suap izin tambang yang membuat Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka, karena KPK memiliki bukti gubernur menerima suap.
Soal izin tambang memang banyak bermasalah, tetapi KPK harus melihat apakah ada bukti suap atau tidak, itulah yang harus menjadi pegangan untuk penentukan sanksi pidana.
Jika tidak ada dan dipaksanakan, maka akan menimbulkan pertanyaan publik.
Dalam hubungan inilah, Margarito menjelaskan, perusahaan yang membeli saham dari perusahaan lain yang telah mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan yang bersangkutan kemudian tersangkut masalah hukum, maka perusahaan yang membeli sebagaian saham itu tidak bisa dimintai tanggungjawab dalam hubungan dengan penerbitan IUP.
Adapun perusahaan yang mendapat izin menambang nikel di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan, Sultra, adalah PT Anugerh Harisma Barakah atau AHB dan ikut dalam afiliasi perusahaan AHB adalah PT Billy Indonesia.
Kemudian PT Billy Indonesia juga memiliki rekan bisnis Richcorp International yang berbasis di Hongkong.
Dalam kaitan ini, Margarito ingin menjelaskan bahwa pasal 124 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 Mineral dan Batubara sudah jelas menyebutkan bahwa pemegang izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan atau nasional.
“Jadi, pemegang IUP wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan dalam operasi produksi. Kalaupun perusahaan jasa pertambangan menjual saham pada pihak lain, maka perusahaan itu tidak dikenai tanggungjawab dalam soal IUP,” kata Margarito.
PT Billy Indonesia disebut berafiliasi dengan PT AHB yang memperoleh IUP dari Nur Alam untuk menambang nikel di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan, Sultra.
PT Billy Indonesia memiliki rekan bisnis Richcorp International yang berbasis di Hongkong.