Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai, pPublik mengapresiasi komitmen yang ditunjukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menuntaskan tragedi pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Komitmen presiden, katanya, ditunjukkan lewat acara langsung memerintahkan Jaksa Agung M Prasetyo untuk mencari dokumen berupa laporan hasil tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir .
"Publik mengapresiasi langkah Presiden. Itu menunjukan bahwa Presiden masih mengingat janji politiknya untuk menuntaskan tragedi pembunuhan Munir," ujar Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada Tribunnews.com, Kamis (13/10/2016).
Meski demikian, agar tidak mengambang, menurut Erwin, Presiden Jokowi perlu memberikan jangka waktu tertentu ke Jaksa Agung untuk menelusuri "kejahatan struktural" tersebut.
Selain itu juga dia mendorong agar Presiden Jokowi memanggil kembali tim pencari fakta (TPF) terkait pembunuhan aktivis HAM Munir untuk menelusuri data dan informasi yang ada dalam hasil yang dilaporkan dalam dokumen yang sudah pernah disampaikan kepada Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Presiden bisa memanggil kembali tim pencari fakta untuk menelusuri data dan informasi yang ada dan mengonfirmasinya sebelum menyampaikannya ke depan publik," sarannya.
Menurutnya, penuntasan kasus Munir menjadi ujian sesungguhnya bagi Jokowi.
"Karena bagaimana pun, dalam persepsi publik, orang yang diduga kuat terlibat tersebut mempunyai relasi politik yang kuat dengan Presiden," katanya.
Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Jaksa Agung sudah meminta TPF terkait pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib menyerahkan kembali dokumen hasil investigasi mereka ke pemerintah.
Ia mengatakan, hasil investigasi yang dikeluarkan pada era pemerintahan SBY belum diterima oleh pemerintah saat ini.
"Harapannya yang tergabung dalam TPF dapat menyerahkan dokumen itu sehingga mempermudah juga. Karena mereka yang mengerti dan mengikuti proses pencarian fakta," ujar Prasetyo saat dihubungi, Kamis (13/10/2016).
Prasetyo mengaku, belum pernah membaca isi dokumen tersebut. Bahkan, bentuk fisiknya pun tak pernah dia lihat.
Presiden Joko Widodo sebelumnya memerintahkan Prasetyo untuk mencari dokumen itu. Prasetyo bersedia mencarinya, namun meminta kerja sama TPF untuk memberikannya.
"Kalaupun sudah menjadi keputusan dari KIP dan Presiden meminta untuk menelusuri, kami akan lakukan. Kami akan telusuri di mana dokumen tersebut," kata Prasetyo.
Meski begitu, Prasetyo menganggap kasus pembunuhan Munir sudah selesai. Para pelaku sudah diproses secara hukum.
Menurut dia, tidak ada lagi yang perlu diungkit dari perkara itu karena sesungguhnya sudah terungkap. Namun, lain halnya jika ada bukti baru dalam hasil investigasi TPF.
"Jika ada novum, bisa dibuka kembali. Karena dalam membuka kasus, harus ada fakta baru dan bukti," kata dia.
Mantan anggota TPF Usman Hamid, sebelumnya mengakui masih memegang salinan dokumen hasil penyelidikan kematian Munir.
Begitu juga dengan anggota lain TPF. Ia memastikan, seluruh mantan angggota TPF siap memberikan apabila pemerintah meminta salinan dokumen tersebut.
"Kalau mau minta ke mantan anggota TPF, pemerintah bisa mengundang, apa salahnya sih Mensesneg (Pratikno) mengundang?" kata Usman saat dihubungi.
Apalagi, lanjut Usman, saat ini cukup banyak mantan anggota TPF yang merupakan bagian dari pemerintah.
Misalnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Nazaruddin Bunas di Kementerian Hukum dan HAM dan Abdul Kadir Jaelani, Konsul Jenderal Republik Indonesia di New York.
"Enggak usah TPF dari unsur masyarakat, undang saja TPF yang sekarang ini di pemerintahan," kata dia.
Kendati demikian, Usman tetap meminta agar pemerintah berusaha mencari dokumen asli yang diserahkan TPF ke Susilo Bambang Yudhoyono ketika menjabat Presiden pada 2005.
Dengan begitu, penuntasan kasus pembunuhan Munir bisa diselesaikan dengan jalur yang lebih resmi dan formal.
"Karena kan TPF saat ini sudah bubar. TPF itu lembaga adhoc yang bekerja tiga bulan lalu diperpanjang tiga bulan. Sekarang tidak ada TPF itu," kata dia.