Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Dua tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) diapresiasi atas upaya serius dalam perlindungan anak yang berkeadilan.
Upaya tersebut menurut Pemerhati Anak, Agus Supriyanto terlihat jelas dalam kebijakan Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Apalagi kata Agus Supriyanto, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sudah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.
"Implementasi Nawacita. Dengan adanya Perppu 1 Tahun 2016 ada upaya serius atas perlindungan anak yang berkeadilan," ujar Agus Supriyanto kepada Tribunnews.com, Senin (17/10/2016).
Atas hal itu, Pemerhati Anak ini menilai instansi-instansi terkait harus sigap sinergi dalam melaksanakan isi UU Perlindungan Anak tersebut di lapangan.
Tak lain, agar upaya serius atas perlindumgan anak yang berkeadilan yang dicanangkan Presiden Jokowi benar-benar terealisasi dan tidak ada lagi anak-anak Indonesia mengalami kekerasan fisik maupun seksual di tanah air.
Sebagaimana diketahui DPR telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Perppu disetujui dalam sidang paripurna, Rabu (12/10/2016), tanpa ada pengubahan isi.
Namun, pengesahan ini disertai catatan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Gerindra sempat menolak pengesahan Perppu menjadi UU.
Namun, setelah lobi pimpinan fraksi dan pimpinan DPR, PKS akhirnya menyetujui dengan catatan. Sedangkan Gerindra tetap dalam posisi menolak.
Perppu ini mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yakni pasal 81 dan 82, serta menambah satu pasal 81A. Berikut ini isi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2016:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(catatan: Pasal 76D dalam UU 23/2004 berbunyi "Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."