TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir mengatakan bahwa ancaman aksi terorisme yang melanda Indonesia bukanlah fonomena yang baru.
"Karena sudah ada sejak jaman dahulu, mulai dari era kemerdekaan, orde lama, orde baru, sampai era reformasi. Aksi terorisme selalu ada dalam bentuk motif dan serangan yang berbeda-beda," ungkap Abdul Rahman Kadir dalam sambutannya saat membuka acara “Sosialisasi Blueprint Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme” yang berlangsung di Hotel Millennium, Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Dijelaskan Abdul Rahman Kadir, tercatat ada sebanyak 69 kali aksi teroris yang terjadi sejak tahun 1999-2016. Ancaman terorisme tidak hanya mengancam kedaulatan NKRI, tetapi juga memakan korban dan kerugian material lainnya yang sangat banyak.
"Target sasaran terorisme lebih banyak ke objek vital, tempat-tempat umum, layaknya terjadi di negeri barat,” ujar Abdul Rahman Kadir.
Pria yang dibesarkan di korps Baret Merah, Kopassus ini menjelaskan bahwa, aksi terorisme sebenarnya merupakan aksi yang berorientasi pada liputan pemberitaan yang sangat masif dengan sasaran di tempat umum.
“Itu juga tampak dari pentargetan pusat keramaian dan objek vital publik lainnya agar dapat diliput dan disebarkan secara masif sehingga menimbulkan ketakutan yang meluas di masyarakat,” kata pria asal Makasar itu.
Akibat adanya aksi-aksi teror itu menurutnya fungsi BNPT sebagai inspektor penanggulangan teror mempunyai maksud dan alasan untuk mengeluar Blueprint Perlindungan ini.
"Pertama secara resmi, belum ada panduan yang bisa dijadikan acuan dalam upaya perlindungan obyek-obyek yang rentan dalam serangan terorisme. Kedua, mungkin di lembaga pemerintah maupun sektor swasta, sudah ada panduan, namun belum ada panduan khusus terkait ancaman terorisme," paparnya.
Penyusunan Blueprint ini dikatakan Abdul Rahman Kadir sudah melalui proses yang panjang dengan melibatkan seluruh stakeholder dan para tim ahli, mulai dari penyusunan database, diskusi, uji publik dan yang akhirnya dapat disosialisasikan pada kegiatan ini.
“Blueprint ini kita susun sejak tahun 2014 lalu dan selesai tahun 2015. Kami menerima berbagai masukan dari stakeholder terkait, agar Blueprint ini benar-benar sempurna yang dapat dijadikan acuan oleh semua pihak jika terjadi ancaman terorisme, dan setelah semuanya selesai baru saat ini kita sosialisasikan,” jelas pria yang juga pernah menjadi Direktur Perlindungan BNPT ini mengakhiri.
Untuk itu dijelaskan mantan Danrem 074/Wirastratama ini, Blueprint ini merupakan panduan bersama dalam penanggulangan terorisme terhadap objek vital.
“Karena BNPT sadar betul penanggulangan terorisme ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi sangat memerlukan sentuhan tangan seluruh lapisan masyarakat,” kata alumni Akmil tahun 1984 ini.
Untuk itu pria yang juga pernah menjadi Sekretaris Utama (Sestama) BNPT ini meminta keterlibatan masyarakat juga merupakan elemen penting dalam proses penanggulangan terorismer.
"Karena itu, Blueprint ini tidak hanya menjadi milik BNPT, tapi juga seluruh komponen masyarakat. Blueprint ini diharapkan dapat dipertanggung jawabkan sehingga bisa menjadi panduan bersama," tuturnya.
Selanjutnya secara simbolis mantan Sekretaris Utama (Sestama) BNPT ini melakukan pemukulan gong sebagai tanda dibukanya acara Sosialisai Blueprint BNPT secara resmi. Kegiatan sosialisasi Blueprint Perlindungan ini diikuti sebanyak 100 orang yang terdiri dari berbagai unsur mulai akademisi, pengelola tempat wisata, lembaga/kementerian atau instansi pemerintah terkait serta TNI/Polri.