Debora bercerita bahwa untuk mencapai Peparnas XV mereka telah disiapkan selama lima bulan. Ia melakukan program untuk pagi dan sore. Tidak peduli hujan dan panas menerpa dirinya.
“Demi Jabar kahiji,” ucap perempuan yang tinggal di Pasir Koja, Bandung, ini.
Saat masa persiapan itulah Debora merasa kalau dirinya tak lagi sendiri. Ia mendapatkan dorongan serta semangat yang begitu besar.
“Dengar hadir bersama-sama, itu menambah semangat kami. Saya tidak lagi merasa down dan tidak merasa sendirian. Kami bareng-bareng bersama atlet yang lain. Dulu, saya seperti hidup sendirian. Sehari itu seperti lama sekali. Sementara pada lima bulan terakhir, kami begitu menikmati hidup,” kata Debora.
Awalnya, Debora sempat merasa gentar saat mendengar bagaimana sosok lawan-lawannya di Peparnas. Menurut Debora, tidak sedikit lawan-lawannya nanti merupakan atlet pelatnas yang limitnya sudah di atas dirinya.
“Namun, masukan dari pelatih dan senior itu begitu menguatkan dan meminta kami untuk tetap tenang. Kami tetap semangat saat berlatih pagi dan sore. Hujan dan panas tetap kami hajar terus,” cerita Debora.
Debora pun memberikan pesan bagi kawan-kawan difabel untuk tetap semangat dan tak segan untuk terus melanjutkan hidup.
“Tetap tenang karena Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Tak perlu dipikirkan karena Tuhan akan memberikan jalan untuk kita, dan rencana-Nya begitu indah,” ucap Debora.
Tentu, Debora bukannya tanpa alasan bilang demikian, karena ia pun sempat merasakan keterpurukan.
Dulu, sebelum kecelakaan menimpa dirinya, ia lebih sering berdiam diri di rumah.
Kalaupun keluar rumah, itu dilakukannya saat pergi ke kampus.
“Saya tidak menyangka bisa ada di sini, di ajang olahraga terbesar di Indonesia. Saya tidak pernah berpikir bisa menjejakkan kaki di stadion yang megah ini,” kenang Debora.
Tentu, untuk mencapai itu semua, mesti ada yang dikorbankan.
Tenaga menjadi hal yang pertama karena untuk latihan dibutuhkan tenaga ekstra. Ia berlatih setiap hari dengan libur pada hari Minggu.
Selain itu, waktu untuk bertemu orang tua pun menjadi berkurang karena ia mesti berkomitmen dengan profesi yang ia jalani saat ini.
“Senangnya, saat ini hidup saya sudah berubah 180 derajat. Saya bersyukur sekali pada Tuhan untuk semuanya,” tutup Debora.(*)