Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak semua warga di Batam harus merasakan lonjakan kenaikkan tarif sewa akibat kebijakan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Kepala Badan Pengelola (BP) Batam, Hatanto Reksodiputro mengatakan untuk kalangan tertentu tarif sewanya justru turun.
Kepada wartawan usai menemui Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2016), Hatanto Reksodiputro mengungkapkan bahwa kenaikkan tarif untuk pemukiman hanya dikenakkan kepada rumah yang ukurannya di atas 73 meter persegi.
Sedangkan di bawah 73 meter persegi tarifnya justru turun.
"Kalau sekarang ngomong punya rumah yang seribu meter (persegi) mengatakan mahal, memang mahal," katanya.
Kepala BP Batam mengingatkan bahwa kenaikkan tarif itu diterapkan setelah sekitar dua puluh tahun tidak pernah ada kenaikkan harga.
Padahal tarif yang sebelumnya jauh lebih murah dari harga sewa ideal bila mengacu harga tanah yang ditempati.
Selain itu kenaikkan tarif tersebut juga diperuntukan untuk penataan pemukiman.
Bila tarif tidak dinaikkan maka dikhawatirkan tanah yang tersisa di Pulau Batam saat ini akan habis karena dibangun rumah mewah.
Padahal sejak awal niat utama pembangunan di Batam adalah membangun kawasan industri.
"Disitu tujuan dari Batam adalah untuk membangun indsutri ekspor, kalau sekarang yang dibangun perumahan, salah arahnya," ujar Hatanto Reksodiputro.
Kenaikkan tarif sewa itu telah menuai protes terutama dari kalangan pengusaha.
Atas kasus tersebut Kepala BPĀ Batam dan sejumlah perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepulauan Riau (Kepri) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kepri menghadap Jusuf Kalla.
Selain itu kebijakan UWTO juga memicu aksi demo di Batam.
Soal pencabutan kebijakan, menurut Hatanto Reksodiputro hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Soal aksi demo, ia menganggap hal tersebut sebagai hak dari masyarakat untuk menyampaikan aspirasi.
"Silahkan saja demo, yang penting jangan anarkis," katanya.(*)