TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kompolnas turut bersuara atas aksi demo damai yang berakhir rusuh pada Jumat (4/11/2016) kemarin yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia.
Dimana dalam aksinya, massa menuntut agar proses pidana terhadap Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama yang diduga telah melakukan penistaan agama dipercepat.
Komisioner Kompolnas, Bekto Suprapto menuturkan Kompolnas memberikan apresiasi yang tinggi kepada aparat Polri yang sudah berusaha mempersiapkan dan bekerja sangat baik dengan mengedepankan upaya-upaya persuasif, preemtif, preventif dan menjadikan upaya represif sebagai upaya terakhir.
Kompolnas juga sangat apresiasi untuk unjuk rasa damai sampai dengan sore hari, walaupun menyayangkan terjadinya kericuhan malam hari dan adanya aksi penjarahan di Penjaringan.
"Terhadap kericuhan, penjarahan dan kerusuhan tersebut, Kompolnas menghimbau dan mendorong agar Bareskrim melakukan penyelidikan, untuk menemukan dan mengungkap pelaku-pelakunya, termasuk yang diduga menjadi provokator ataupun aktor intelektual," tegas Bekto Suprapto, Sabtu (5/11/2016).
Lebih lanjut, Komisioner Kompolnas yang lain, Poengky Indarti menuturkan terhadap pemberitaan bahwa kerusuhan diawali dengan adanya tembakan dari oknum anggota Polri, hingga pemberitaan tentang perintah berhenti menembak oleh Kapolri yang diduga tidak dipatuhi oleh anggotanya.
Kompolnas menghimbau dan mendorong agar Div Propam Polri melakukan penyelidikan untuk mengusut hingga tuntas.
Selain itu, untuk kasus penyelidikan dugaan penistaan agama dimana Ahok sebagai terlapor, Kompolnas menyerahkan dan mempercayakan penuh proses penegakan hukum dugaan penistaan, sesuai dengan aturan berlaku dan profesionalitas Polri yang moderen dan mandiri.
Soal BAB 4 Matematika Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka Beserta Kunci Jawaban, Pengukuran Luas dan Volume
KPU Sabu Raijua Klarifikasi Dokumen Krisman Riwu Kore yang Tersebar di Media Sosial - Pos-kupang.com
"Kompolnas menghimbau agar tidak ada pihak manapun juga yang menekan Polri dalam proses penegakan hukum, termasuk membatasi waktu penanganan kasus dugaan penistaan agama, yang sesungguhnya pembatasan waktu tersebut bertentangan dengan KUHAP dan Perkap 14 tahun 2012, dan hal tersebut dapat diduga sebagai upaya intervensi penegakan hukum," kata Poengky Indarti.