Di awal persidangan, Liestyana sempat mengajukan keberatan diminta menjadi saksi pasangan suami istri yang diduga menyuap suaminya.
Lewat surat permohonan, yang diberikan kepada hakim Liestyana keberatan memberikan kesaksian.
Namun, Hakim Ketua Nawawi Pamolango menolak permintaan tersebut.
"Saya ingin menyerahkan surat permohonan saya yang tidak bersedia menjadi saksi," ujar Liestyana.
Menurutnya, permohonan tersebut beralasan sesuai Pasal 168 KUHAP.
Namun, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango menyatakan alasan tersebut tidak tepat.
Namun, isi pasal tersebut menjelaskan bahwa bahwa penolakan menjadi saksi dapat dilakukan apabila saksi memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa.
Sementara pasangan suami istri Xaveriandy dan Memi yang duduk sebagai terdakwa tidak memiliki hubungan keluarga dengan Liestyana. Liestyana akhirnya memilih bersedia untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
Dikatahui, Xaveriandy dan Memi didakwa Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) memberi suap Rp 100 juta kepada Irman Gusman.
Pemberian Rp 100 juta itu sebagai hadiah atas alokasi pembelian gula yang diimpor Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk disalurkan ke Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 lewat CV Semesta Berjaya.
Uang itu diberikan karena Irman telah mengupayakan CV Semetsa Berjaya milik Xaveriandy dan Memi agar mendapat alokasi pembelian gula yang diimpor oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk didistribusikan di Sumatera Barat.
Irman kemudian memanfaatkan pengaruhnya terhadap Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti.
Atas perbuatannya Xaveriandy dan Memi diancam pidana sebagaiman Pasal 5 huruf b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.