Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna telah menyetujui revisi UU MD3 masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2016.
Revisi UU MD3 untuk menambah satu kursi pimpinan MPR dan DPR yang akan diduduki oleh kader PDI Perjuanga.
Anggota DPD RI I Gede Pasek Suardika mengatakan revisi tersebut bisa saja dibatalkan Mahkamah Konstitusi bila DPD tidak menerima revisi UU MD3 untuk penambahan kursi pimpinan MPR dan DPR. Apalagi, UU tersebut juga mengatur DPD.
"Sangat bisa, misalkan DPD keberatan itu bisa membatalkan, tapi harus melalui gugatan ke MK. Ya rawan gugatan. Kalau ada yang gugat gugur itu, tapi kalau yang revisi sekarang harus komprehensif. Kemungkinan DPD akan mempermasalahkan, karena UU itu bukan untuk DPR saja," kata Pasek di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Menurut Pasek, revisi UU MD3 melanggar pasal 12 tahun 2011 mengenai revisi undang-undang jika hanya menambah jumlah pimpinan.
"Medianya yang benar itu mengunakan Komulatif terbuka, yaitu putusan MK yang dipakai dasar perubahan adalah putusan MK yang mengatur UU itu. Nah baru dimasukan penambahan-penambahan personalia," kata Senator Bali itu.
Pasek mengaku sudah meminta DPD bersikap terkait revisi UU MD3. Dasarnya, putusan MK untuk mengubah UU MD3.
"Putusan MK tentang pengaturan mekanisme legeslasi tentang DPD, DPR dan pemerintah yang belum di masukan dalam UU itu dan itu sudah ada mekanisme itu bagaimana pembahasan, itu harus dipakai. Dan itu yang di atur dalam UU 12 tahun 2011 bahwa komulatif terbuka sebagai salah satu alasan untuk melakukan revisi," kata Pasek.
Pasek menerangkan, sesuai UU 12 tahun 2011 PDIP tidak bisa mengusulkan revisi UU MD3, bila penambahan pimpinan DPR dan MPR hanya dari fraksi tersebut.
"Kalau ini permintaan partai untuk menambah kursi itu tidak ada revalansinya, tetapi kalau komulatif terbuka dan dibahas itu tidak menjadi masalah, bukan ini alasanya, harus ada putusan MK dan yang kedua harus masuk prolegnas prioritas," kata Pasek.