TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai langkah Panglima TNI Gatot Nurmantyo menangguhkan sementara kerjasama militer dengan Australian Defence Force (ADF) sudah sangat tepat demi memberi pelajaran kepada negeri itu agar para pejabatnya termasuk pejabat militer tak sembarangan melecehkan Indonesia.
Hal ini Hikmahanto kemukakan menanggapi pelecehan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia di pusat pendidikan pasukan khusus Australia atas tiga hal.
Pertama Australia mendiskreditkan peran Sarwo Edhie dalam menumpas pemberontakan Gerakan 30 September/PKI.
Kedua esai yang ditulis peserta didik terkait isu Papua.
Terakhir, tulisan Pancagila di ruang Kepala Sekolah yang seolah melecehkan ideologi Pancasila.
"Penangguhan kerjasama merupakan tindakan yang tepat karena Panglima ADF menjanjikan untuk melakukan investigas atas hal ini," tegas Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews.com, Kamis (5/1/2017).
Hikmahanto Juwana menegaskan peristiwa ini bagi Indonesia akan menjadi preseden yang baik agar Australia melalui pejabat-pejabatnya tidak mudah melakukan tindakan pelecehan terhadap tokoh Indonesia ataupun merendahkan isu yang sensitif bagi Indonesia.
Penangguhan dilakukan selama investigasi berlangsung hingga hasil nantinya diumumkan.
Kemungkinan hasil investigasi adalah kesalahan dilakukan oleh oknum personil militer ADF dan bukan merupakan sikap resmi dari ADF, bahkan sikap resmi pemerintah Australia.
Atas tindakan oknum personil tersebut, ADF akan menyatakan bakal mengambil tindakan terhadap mereka-mereka yang bertanggung jawab.
Hasil investigasi demikian yang akan menyelamatkan kerjasama militer TNI dan ADF. ADF dan Pemerintah Australia lebih mengutamakan hubungan baik dengan Indonesia ketimbang melindungi personil milternya.