TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKB menolak wacana sertifikasi Khotib yang digulirkan oleh Kementerian Agama.
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi VIII DPR RI dari F-PKB, Maman Imanulhaq kepada Tribunnews.com, Rabu (8/2/2017).
Maman juga mengingatkan Pemerintah untuk tidak mengulang sejarah, seperti pada zaman Rezim Orde Baru yang bertindak refresif terhadap penceramah agama yang dianggap bersebrangan dengan pemerintah.
"Waktu itu para dai selalu dikontrol oleh kekuasaan. Disuruh lapor ke aparat dan terus diawasi bahkan dilarang berceramah oleh pemerintah. Di era reformasi seperti saaat ini hal itu jangan sampai terulang lagi," ujar Maman.
Maman katakan lebih lanjut, porsi Pemerintah adalah sebagai Fasilitator dan Mediator, bukan justru mengintervensi.
"Sedang yang mentahbiskan layak tidaknya khotib dan Dai sebaiknya diserahkan kepada Ormas dan Masyarakat," kata Maman.
Maman yang juga Ketua lembaga Dakwah PBNU menilai sebaiknya Pemerintah konsen pada penguatan kapasitas para Khotib dan Dai dalam pemahaman keagamaan yang moderat, toleran dan damai di satu sisi.
Tapi sisi lain mempunyai jiwa dan komitment kebangsaan yang kokoh.
Karena itu, menurut Maman, Pemerintah dan Ormas seperti NU dan Muhamadiyah bisa memfasilitasi halaqoh-halaqoh penguatan Kapasitas Khotib dan Dai, termasuk menyusun Modul dan Materi Islam yang ramah, damai dan toleran.
Menteri Agama Lukman Hakim sebelumnya mewacanakan program sertifikasi penceramah khotbah Jumat.
Wacana itu digagas berdasarkan keluhan masyarakat yang merasa isi khotbah Jumat berisikan ejekan kepada satu kelompok.
"Banyak sekali yang menyampaikan bahwa terkadang beberapa masjid, khatib (penceramah) lupa menyampaikan nasihat yang semestinya, kemudian isi khotbah malah mengejek bahkan menjelek-jelekkan suatu kelompok yang bertolak belakang dengan nasihat," kata Lukman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Ia menambahkan, semestinya khotbah Jumat tidak berisikan hal-hal konfrontatif. Sebab, hal itu berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa.
Lukman mengatakan, ide sertifikasi ini muncul untuk mengingatkan kembali nilai penting khotbah Jumat yang semestinya dilakukan untuk menjelaskan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
Menag menekankan, sertifikasi bukan dibuat karena hendak membatasi seseorang untuk berceramah kala shalat Jumat.
Ini merupakan respons dari kejengahan masyarakat saat menghadapi khotbah Jumat yang dirasa memecah belah persatuan umat Islam.