TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Antasari Azhar mempertanyakan kejujuran hati CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo menyangkut pembawa pesan dari Cikeas.
Antasari memastikan Hary Tanoe datang dan bertemu dengan dirinya di kediaman pribadi, BSD, Tangerang pada Maret 2009 silam.
"Saya baca di beberapa media sosial, dia kan membantah, tidak pernah datang katanya. Kok bisa? Coba dibaca hati nuraninya, pernah nggak ke BSD malam-malam dulu ketemu saya," ucap Antasari.
Antasari sendiri telah menyampaikan peran pengusaha media Hary Tanoesoedibdjo dalam rangkaian kronologi laporan dugaan persangkaan palsu atau dikenal 'reakayasa kasus' pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang menjeratnya, ke Bareskrim Polri, pada Selasa, 14 Februari 2017.
Antasari menyampaikan, pada Maret 2009, Hary Tanoe pernah datang ke rumahnya dengan mengaku sebagai utusan Presiden SBY. Dia membawa pesan dari SBY berupa permintaan agar Aulia Pohan tidak ditahan oleh KPK.
Antasari mengakui tak mennyimpan bukti berupa rekaman foto, video, maupun suara yang menguatkan bahwa Hary Tanoe datang dan menyampaikan pesan dari 'Cikeas' tersebut.
Sebab, saat itu ia tidak berpikir bahwa kejadian berikutnya akan seperti saat ini.
Meski begitu, Antasari mempunyai banyak saksi fakta yang mengetahui Hary Tanoe datang menemuinya di rumah kala malam hari saat itu. Di antaranya, istri, adik, ajudan dan asistennya.
Selain itu, Antasari juga yakin ada orang lain yang menemani Hary Tanoe saat datang rumahnya pada malam itu. Sebab, tidak mungkin seorang Hary Tanoe mengendarai sendiri mobilnya.
"Saya yakin," kata Antasari saat ditanyakan keyakinannya saksi-saksi tersebut menguatkan laporannya di Bareskrim Polri.
Antasari kembali menceritakan, Hary Tanoesoedibjo sudah datang ke rumahnya pada malam hari sebelum dirinya tiba di rumah. Hary Tanoe justru menunggu di area dapur rumahnya.
"Saya pun pada waktu itu tidak mengundang. Dan sebelum dia masuk pun, nggak ada yang ngasih tahu saya. Dia sudah masuk, nunggu di area dapur saya. Baru dikasih tahu ajudan, ada tamu yang nunggu di area dapur," ujar Antasari.
"Kalau dia ngasih tahunya sebelum masuk rumah, mungkin saya larang masuk. Karena waktu itu status saya Ketua KPK," katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, polisi menindaklanjuti laporan yang diajukan Antasari Azhar, dan Presiden keenam RI Susilo
Bambang Yudhoyono ke tingkat penyelidikan.
Antasari melaporkan pihak yang diduga mengkriminalisasi kasusnya. Sementara SBY melaporkan Antasari dengan sangkaan fitnah dan pencemaran nama baik.
"Hari ini telah diserahkan ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri untuk penyelidikan laporan yang ada. Akan dilakukan penyelidikan," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/2/2017).
Martinus mengatakan, pihaknya telah menunjuk tim untuk menangani penyelidikan itu. Dalam proses tersebut akan digali apakah ada suatu tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan atau tidak. Di tahap ini penyelidik juga akan meminta keterangan para saksi dan ahli.
"Kala ada pidana, maka akan ditingkatkan penyidikan. Dalam penyidikan akan dicari barang bukti apa saja dan ditemukan tersangka," kata Martinus.
Namun, jika tidak ditemukan adanya unsur pidana dalam penyelidikan, maka proses itu dihentikan. Khususnya untuk laporan Antasari, polisi akan mengaitkannya dengan proses hukum yang telah berjalan hingga berkekuatan hukum tetap.
"Akan dilihat nanti apa yang dilaporkan terkait dengan materi yang disidangkan dan berkekuatan hukum tetap atau berbeda. Akan digali dalam penyelidikan," kata Martinus.
Antasari sebelumnya menganggap ada pihak yang sengaja mengkriminalisasi dirinya. Ia menduga SBY merupakan perancang skenario tersebut. SBY lalu membantah semua tuduhan Antasari.
"Antasari menuduh saya sebagai inisiator dari kasus hukumnya. Dengan tegas saya katakan tuduhan itu sangat tidak benar, tanpa dasar, dan liar," ujar SBY saat memberikan keterangan pers di kediamannya, Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2017) lalu.
SBY menegaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan Antasari tidak ada hubungannya dengan jabatan Presiden RI yang diembannya saat itu. Dia mengaku tidak pernah menggunakan kekuasaan untuk mencampuri urusan penegakan hukum demi melanggengkan kepentingan politiknya. (kompas.com/tribunnews/abdul qodir/glery)