TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menetapkan pegawai BNI Islahudin Akbar sebagai tersangka, Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri terus mendalami penyidikan dugaan pidana pencucian uang yang diawali penyalahgunaan dana Yayasan Keadilan untuk Semua (KUS).
Rekening yayasan tersebut menjadi tempat penampung dana donasi masyarakat yang digalang Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI untuk Aksi pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Baca: Bareskrim Periksa 5 Saksi Kasus Pencucian Uang Dana Yayasan KUS
Salah satu fokus penyidikan yakni mendalami domain atau kewenangan yayasan terkait donasi dan perputaran dana masyarakat yang diindikasikan disalahgunakan.
"Sementara, selama ini kami melihat ada indikasi-indikasi, penggunaan yayasan untuk kepentingan lain. Ini masih pendalaman. Jadi, belum masuk tahap kesimpulan" kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Menurut Boy, pendalaman penyidikan kasus pencucian uang yang diikuti pemeriksaan sejumlah saksi ini adalah untuk melihat apakah operasional perputaran dana Yayasan KUS tersebut sesuai dengan Undang-undang Yayasan dan Perbankan.
Boy membantah pengusutan kasus pencucian uang dana Yayasan KUS ini ditunggangi kepentingan politis atau mencari kesalahan target orang tertentu.
Menurutnya, penanganan kasus ini murni penegakan hukum, khususnya dalam rangka penyelamatan dana masyarakat.
"Jadi, jangan salah persepsi. Kami ingin menyelamatkan aktivitas (donasi) masyarakat, termasuk dari yayasan ini," tandasnya.
Diberitakan, pada hari ini penyidik Dit Tipideksus Bareskrim Polri memanggil lima orang untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pencucian uang terkait penyalahgunaan atau pengalihan dana Yayasan KUS.
Kelima tersebut adalah, pihak Divisi Kepatuhan BNI, pihak Divisi SDM BNI, M Luthfie Hakim (Bendahara GNPF), Marlinda (Staf Bendahara GNPF), dan Otto.