TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan permohonan pengajuan kembali yang diajukan terpidana mati Yusman Telaumbanua.
Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani, menyebut hal itu merupakan bukti bahwa vonis mati harus dihapuskan.
Dalam konfrensi pers di sebuah restoran di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Miggu (26/2/2017), Yati Andriyani mengatakan MA akhirnya mengabulkan permohonan PK Yusman Telaumbanua karena proses hukum yang tidak patut.
Baca: Australia Didesak Pimpin Penghapusan Hukuman Mati di Dunia
MA mengakui bahwa saat peristiwa tersebut terjadi pada 2012 lalu, terpidana belum berstatus dewasa.
"Yang bersangkutan Yusman adalah anak di bawah umur. Proses peradilan terjadi dengan pembuktian yang tidak valid, dan proses dilalui dengan berbagai penyiksaan," ujarnya.
Karena proses yang tidak patut itu, Yusman Telaumbantua alias Ucok, harus mengakui bahwa ia lahir pada tahun 1993 atau sudah berstatus dewasa pada saat peristiwa pembunuhan terjadi.
Padahal tidak ada satupun dokumen yang membuktikan bahwa Ucok kelahiran 1993.
Yati Andriyani menganggap Ucok sebagai salah seorang yang beruntung, karena kasusnya terjadi di Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara, bisa ditangani oleh Kontras, sehingga Ucok bisa mendapatkan bantuan hukum yang patut dan kasusnya bisa terendus media.
Kordinator Kontras mengatakan selain Ucok mendapatkan kekerasan selama penyiksaan, bantuan hukum yang diterimanya juga tidak patut.
Ia menuturkan yang mengajukan permohonan hukuman mati atas Ucok justri dari pihak pengacara, yang dihadirkan untuk Ucok oleh negara.
"Kita tidak bisa membayangkan kalau ada kasus serupa di tempat lain, di pedelaman juga, (terpidananya) tidak melek hukum, tidak mendapatkan batuan hukum yang layak, jauh dari pusta, sehingga tidak bisa direspon dengan cepat oleh media," ujarnya.
Atas PK yang diajukan oleh Yusman, hukuman untuknya berubah dari hukuman mati menjadi hukuman 4 tahun 6 bulan.
PK tersebut merupakan bukti bahwa proses hukum yang terjadi selama ini terhadap Ucok tidak begitu layak.
Kasus Ucok menurutnya adalah bukti bahwa proses persidangan di Indonesia masih belum berjalan sempurna.
Oleh karena itu sangat disayangkan bila proses hukum seperti itu, harus dijalani oleh seseorang yang akhirnya dijatuhi hukuman mati. Kontras mengimbau pemerintah harus menghapuskan hukuman mati dari Indonesia.
"Kami meminta pemerintah untuk menghapuskan hukuman mati," katanya.