TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), La Ode Muhammad Syarif meyakini kasus dugaan suap pengusaha impor daging sapi, Basuki Hariman pada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK) akan segera disidang.
Menurut La Ode Syarif, usai pemeriksaan pada sejumlah pejabat Bea Cukai dirasa cukup oleh penyidik, selanjutnya berkas akan dituntaskan dan segera dikirim ke pengadilan.
"Saat ini kan pemeriksaan bea cukai sedang berjalan. Nah mudah-mudahan tidak lama lagi bisa kita limpahkan ke Pengadilan," kata La Ode Syarif, Kamis (23/3/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut La Ode Syarif, penyidiknya turut memeriksa pejabat Bea Cukai di kasus ini karena ingin mendalami perusahaan impor daging milik Basuki.
Selanjutnya dikaitkan dengan kepentingan Basuki membantu memuluskan hasil uji materi Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Basuki ini kan importir sehingga perlu didapatkan bukti-bukti termasuk dari Bea Cukai. Kami ingin lihat bagaimana proses perusahaannya melakukan kegiatan impor," ujar La Ode Syarif.
Dikonfirmasi apakah ada keterlibatan oknum Bea Cukai di kasus ini, termasuk apakah oknum Bea Cukai turut mendapat suap dari Basuki?
La Ode Syarif belum bisa menyimpulkan karena seluruh indikasi itu masih ditelusuri oleh penyidik.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK), Kamaludin (KM), sebagai perantara suap, dan pengusaha import daging, Basuki Hariman (BHR) beserta sekretarisnya, NG Fenny (NGF).
Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamaludin disangkakan melanggar Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Basuki dan Fenny yang diduga sebagai pihak pemberi suap, KPK menjerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.