TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operator PT Merial Esa dan PT Technofo Melati Indonesia Hardy Stefanus mengatakan dirinya dimintai mebel oleh Laksamana Pertama Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla.
Keterangan tersebut disampaikan Hardy membantah keterangan yang disampaikan Bambang Udoyo saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (24/3/2017).
"Saya dipanggil ke ruangannya," kata Hardy.
Mejalis hakim kemudian menanyakan apakah saat di ruangan tersebut Bambang Udoyo meminta perabotan.
"Betul," jawab Hardy.
Baca: Senyum Inneke Koesherawati Saat Dampingi Suami di Sidang Kasus Suap Pejabat Bakamla
Bambang yang langsung dikonfirmasi oleh majelis hakim tetap pada keterangan yang disampaikan sebelumnya.
Bambang bertahan pada keterangannya meja tersebut diberikan oleh Hardy.
"Pada saat memindahkan barang, dia datang. Kemudian nanya, 'Pak Bambang mau kemana? Saya mau pindah barang,"; ungkap Bambang Utoyo.
"Tapi tidak minta?" tanya majelis hakim.
"Tidak' . Berani bersumpah saya tidak minta," kata Bambang Udoyo.
Pada keterangan awal-awal, majelis hakim bertanya kepada Bambang mengenai mebel yang diterima Bambang selain uang.
Bambang mengakui memang dia menerima mebel untuk di ruangan kantornya.
Menurut Bambang, nilai mebel tersebut tidak mencapai Rp 300 juta.
Bambang bahkan mengaku sempat dipanggila Arie Sudewo karena sebelumnya mebel yang diberikan Hardy tersebut bernilai Rp 300 juta.
"Saya tidak tahu harganya, tapi anak buah saya hitung tidak sampai segitu. Kalau mau diambil ya ambil, biar anak buah saya pakai tikar," jawab Bambang Udoyo.
Hardy Stefanus menjadi terdakwa pengadaan monitoring satelitte di Badan Keamanan Laut tahun anggaran 2016. Selain dia, turut pula rekannya Adami Okta dan Direktur PT Merial Esa dan PT Technofo Melati Indonesia Fahmi Darmawansyah sebagai terdakwa.
Turut pula sebagai terdakwa Eko Susilo Hadi yang menjabat sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasaam Bakamla yang merangkap sebagai Pelaksana tugas Serketaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun anggaran 2016.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus di Bakamla.
Dalam dakwaan, Hardy disebut memberikan uang secara bertahap yakni pemberian pertama senilai 209.500 Dolar Singapura, 78.500 Dolar Amerika Serikat dan Rp 120 juta. Dari keseluruhan uang tersebut, 100.000 Dolar Singapura dan 78.500 Dolar Amerika Serikat diberikan kepada Eko Susilo Hadi.
Kemudian sebesar 5.000 Dolar Singapura diberikan kepada Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informas, Hukum, dan Kerjasama Bakamla yang merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut di lingkungan Bakamla tahun anggaran 2016, Bambang Udoyo.
Hardy juga menyerahkan uang senilai 104.500 Dolar Singapura kepada Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla, kemudian Rp 120 juta diberikan kepada Tri Nanda Wicaksana selaku Kasubag TU Sestama Bakamla.