Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai PT Technofo Melati Indonesia M Adami Okta menegaskan keterangan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut, Nofel Hasan, tidak benar.
Keterangan tersebut disampaikan Adami saat menanggapi keterangan Nofel yang mengatakan tidak menerima uang tersebut.
"Saya mau menegaskan, Yang Mulia. Ada yang tidak benar keterangan Nofel Hasan," kata Adami di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (24/3/2017).
Menurut dia, kenyataannya dirinya dan Hardy Stefanus sesuai arahan Eko Susilo Hadi menyerahkan sejumlah uang.
"Saya dan Hardy berdua sesuai arahan dari Pak Eko menyerahkan uang sebesar 104.500 Singapur Dollar atau Rp 1 miliar yang saya masukkan ke dalam amplop," katanya.
Baca: Saipul Jamil Siapkan Lagu Kejutan Bagi KPK
Baca: Anggota Komisi III Angkat Bicara Soal Keinginan Miryam Cabut Keterangan di BAP
Adami memastikan penyerahan uang tersebut terjadi 25 Nopember 2016 pukul 10.30 WIB.
Namun, Nofel tetap membantah keterangan tersebut.
"Keterangan saudara dibantah. Saudara tidak menerima uang?" tanya majelis hakim.
"Tidak, Yang Mulia," kata Nofel yang tetap pada keterangannya.
Di dalam dakwaan, Adami menyerahkan uang 104.500 Dolar Singapura dan Rp 120 juta kepada Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut Tri Nanda Wicaksana.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Eko Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka.
Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi.
Eko berasal dari unsur Kejaksaan.
Eko Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar.
Eko Susilo adalah Kuasa Pengguna Anggaran.