TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta Djan Faridz menolak wacana yang dilontarkan panitia khusus (Pansus) rancangan Undang-undang Pemilu terkait Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Usai kunjungan kerja di Meksiko dan Jerman, Pansus mengusulkan anggota partai menjadi Komisioner KPU.
"Kalau saya sebagai PPP, haram hukumnya parpol masuk KPU," kata Djan saat menghadiri perayaan ulang tahun Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono ke-68 di Jalan Cipinang Cempedak II, Jakarta Timur, Minggu (26/3/2017).
Menurut Djan, ada potensi kepentingan partai yang dimasukkan ke dalam kegiatan KPU sebagai penyelenggara pemilu. Ia menilai, jika terjadi, hal itu akan membuat malu partai politik.
"Anggota parpol mau duduk di situ (KPU), apa maksudnya? Enggak boleh itu. Jangan. Bikin malu. Curang nanti dia," ujar Djan.
Wacana tersebut dilontarkan oleh Wakil Ketua Pansus Pemilu Yandri Susanto. Hal itu mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.
Saat ditanya ihwal independensi dari penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik, Yandri menjawab hal itu justru meminimalisir kecurangan.
"Itu kami tanya kemarin. Di situlah katanya kalau dari partai politik saling menjaga. Enggak mungkin di situ ada kecurangan karena akan ketahuan," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Ide itu dianggap akan merusak kemandirian dan netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Pasal 22E ayat 5 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan, Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.(Lutfy Mairizal Putra)