TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apakah horor ditemukannya jasad utuh Akbar dalam perut ular piton di Mamuju, Sulawesi Barat, merupakan kasus pertama seekor ular menelan utuh manusia dewasa, setelah selama ini kisah seperti itu hanya sekadar kabar burung?
Rekaman video yang diambil dengan telepon seluler yang menunjukkan warga membelah perut ular sanca kembang tersebut, beredar luas, dan mengegerkan.
Akbar, petani sawit berusia 25 tahun itu tampaknya diserang dan ditelan ular sanca alias piton itu di sebuah lahan perkebunan kelapa sawit di dekat desanya.
Namun kasus yang luar biasa ini telah mengundang sejumlah pertanyaan.
Bagaimana hewan itu bisa memangsa manusia?
Baca: Ular yang Telan Akbar Tercatat dalam Rekor Dunia, Ular Terpanjang yang Memangsa Manusia
Baca: Hati-hati! Diperkirakan Masih Ada 7 Ekor Ular Piton Raksasa Sejenis Pemangsa Akbar di Daerah ini
Ular sanca kembang (Python reticulatus) - yang dilaporkan memiliki panjang 7 meter itu- memang sangat kuat.
Mereka melilit mangsa mereka dan menghancurkannya, membunuhnya sampai mati lemas atau menderita serangan jantung.
Namun memakan mangsanya adalah masalah lain. Ular piton tidak mengunyah makanan mereka, mereka harus menelan utuh mangsanya. Untungnya rahang mereka dihubungkan oleh berbagai ligamen yang sangat fleksibel, sehingga rahangnya mampu meregang jika memakan mangsa dalam ukuran besar.
Meski begitu, tetap ada keterbatasan.
"Faktor yang membatasi adalah tulang belikat manusia karena mereka tidak bisa dilipat," ujar Mary-Ruth Low, staf konservasi & riset dari lembaga Wildlife Reserves Singapore sekaligus pakar ular piton mengatakan kepada BBC.
Jadi kendati ular piton - yang merupakan ular terpanjang di dunia - sudah banyak menyerang manusia di masa lampau, para ahli sudah lama mempertanyakan apakah mereka bisa menelan manusia dewasa.
Bagaimana dengan hewan-hewan besar lainnya?
"Ular piton hanya menyantap mamalia," kata Low menggaris bawahi, meskipun mereka kadang-kadang memangsa reptil, termasuk buaya.
Awalnya mereka memangsa tikus dan hewan-hewan kecil lainnya, katanya, "tapi setelah mencapai ukuran tertentu, mereka hampir tidak mengiraaukan tikus dan hewan-hewan sejenisnya lagi, karena asupan kalori yang akan didapat sudah tidak mencukupi."
"Intinya mereka bisa memakan mangsa sebesar mungkin." Seperti babi atau bahkan sapi.
Kadang-kadang mereka salah perhitungan juga dalam memilih santapannya. Pada tahun 2005 seekor ular Sanca Burma berusaha menelan bulat-bulat seekor buaya. Yang terjadi, kedua hewan itu mati: buaya bisa ditelan sebagian, namun mengakibatkan perut ular itu pecah saat memamahnya. Bangkai keduanya ditemukan oleh para penjaga hutan di Florida.
Tapi pemburu oportunistik ini bisa memilih-milih mangsa juga. Jika mereka tidak mendapat mangsa yang benar-benar cocok, mereka bisa menyantap yang kecil-kecil untuk sementara sampai akhirnya mereka menemukan mangsa yang cukup besar.
Tapi manusia tetap tak masuk dalam menu utama mereka.
Pada tahun 2002 seorang bocah lelaki berumur sepuluh tahun dilaporkan telah ditelan oleh seekor ular piton di Afrika Selatan, tapi yang disantap sang korban bukan dewasa, dan pemangsanya bukan sanca kembang seperti ular yang memangsa Akbar di Mamuju, Sulawesi Barat itu.
Jadi apakah ini yang pertama kalinya?
Bisa jadi, tapi mungkin lebih dalam pengertian, yang pertama yang benar-benar terbukti.
Ini bukan laporan pertama tentang ular piton yang memangsa manusia, namun klaim-kliam sebelumnya seringkali sulit dibuktikan, dan terjadi lama sebelum peristiwanya dilaporkan, berlangsung di daerah terpencil dan tanpa saksi mata yang dapat dipercaya.
Ini bisa jadi merupakan kasus pertama yang terjadi dengan kamera ponsel yang bisa merekam segalanya untuk menjadi bukti tak terbantahkan.
Antropolog Thomas Headland, yang menghabiskan puluhan tahun meneliti suku Agta, suku pemburu-pengumpul di Filipina, menyebut seperempat dari lelaki suku ini pernah diserang oleh ular piton.
Dalam penelitiannya, Thomas menguraikan meski hampir semua orang mampu mengatasi dan mengusir ular-ular itu dengan parang, namun kaum dewasa suku Agta - yang secara fisik memiliki postur tubuh yang kecil - kadang-kadang dimangsa ular, paparnya dalam riset itu.
Tetapi dalam kehidupan modern, ular piton ini sangat jarang menyerang dan kalaupun terjadi lebih sebagai upaya pembelaan diri ular-ular itu.
Pakar ular dari Universitas Brawijaya Surabaya, Nia Kurniawan, mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa ular sanca sensitif terhadap getaran, kebisingan dan panas dari lampu, sehingga mereka biasanya menghindari pemukiman manusia.
Tapi mereka, katanya, bisa mengingat tempat perburuan.