Disatu sisi, Mahkamah Agung dalam putusannya yang menyebutkan “tidak sepatutnya apabila jabatan pimpinan DPD tersebut dipergilirkan yang dapat menimbukkan kesan berbagi kekuasaan”.
Di sisi lain Mahkamah Agung, melalui Hakim Agung Suwardi bersedia untuk menyumpah Pimpinan DPD RI terpilih hasil dari mekanime penggiliran.
Dalih Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa alasan Mahkamah Agung bersedia untuk menyumpah pimpinan DPD RI dikarenakan “DPD RI telah mempunyai itikad baik untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung dengan telah mencabut Peraturan Tatib Nomor 1 Tahun 2017, dengan Peraturan Tatib Nomor 3 Tahun 2017.”
Tentu tidak menjawab, imbuhnya, mengapa Mahkamah Agung inkonsisten terhadap putusan yang sudah dikeluarkan dengan pelantikan pimpinan DPD RI hasil dari mekanisme penggiliran.
"Karena bagaimanapun, Putusan berlaku seketika begitu dibacakan, bukan setelah dijelaskan," jelasnya.
Inkonsistensi ini juga menunjukkan bahwa Mahkamah Agung belum melaksanakan tugasnya untuk menjaga kesatuan hukum dengan baik.
Penegakkan hukum yang inkonsisten akan berimplikasi hilangnya kepastian hukum.
Selain itu, dari peristiwa ini, Mahkamah Agung juga perlu berhati-hati dalam membuat salinan putusan, agar kesalahan-kesalahan penulisan tidak terjadi, karena dapat berdampak besar.
"Hal ini sebagai upaya menjaga kualitas putusan Mahkamah Agung sekaligus mengembalikan kepercayaan publik sebagaimana dicita-citakan Mahkamah Agung," pesannya. (*)