TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara meminta jaksa penuntut umum untuk membacakan surat tuntutan begitu sidang ke-18 dimulai.
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto langsung memerintahkan jaksa untuk membacakan amar tuntutan, tanpa menyinggung surat saran penundaan sidang yang dikirim Polda Metro Jaya.
"Catatan saya dalam persidangan, kelihatan hakim tidak bisa diintervensi, tidak menyinggung sedikitpun surat Kapolda walaupun akhirnya disinggung JPU," kata Humphrey Djemat anggota tim penasihat hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama di Media Center, Cemara, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2017).
Baca: Pengacara Ahok: Bukan Haram Jaksa Tuntut Bebas Basuki
Baca: Fahri Hamzah Sebut Penundaan Sidang Ahok Sebagai Sandiwara
Menurutnya, marwah persidangan terlihat dari independensi hakim.
"Dan itu terlihat kemarin," kata Humphrey.
Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan penodaan agama meminta maaf lantaran kurang memiliki waktu untuk menyusun amar tuntutan.
Hal itu diungkapkan Ketua tim jaksa penuntut umum Ali Mukartono dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).
"Yang Mulia Ketua Majelis, tim penasihat hukum yang kami hormati, memang sedianya persidangan hari ini pembacaan tuntutan dari penuntut umum, kami sudah berusaha sedemikian rupa, waktu satu minggu tidak cukup bagi kami," kata Jaksa Ali.
Namun, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mempertanyakan alasan waktu yang tidak cukup untuk membuat tuntutan. Padahal tim JPU yang bertugas dalam kasus ini terdiri lebih dari lima orang.
"Saudara penuntut umum ini belum selesainya ngetiknya atau rentunnya? Orang segini banyak kok masa ngetik gak bisa dibagi-bagi," kata Hakim Budi.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Pernyataanya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP.