News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Tim BPPT Hentikan Pertemuan dengan Tim Fatmawati Terkait KTP Elektronik

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/4/2017). Isnu diperiksa sebagai saksi atas kasus korupsi KTP Elektronik dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tim teknis dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengakui ketidakberesan terkait pertemuan dengan Tim Fatmawati dalam pembahasan proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2010-2012.

Tri Sampurno, yang menjabat sebagai perekayasa muda BPPT yang kemudian tergabung dalam tim teknis e-KTP akhirnya menghentikan pertemuan yang membahas e-KTP dengan Tim Fatmawati.

Tim Fatmawati adalah sebuah tim yang bekerja di sebuah ruko di Jalan Fatmawati, Jakarta. Ruko tersebut dimiliki pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Saat bersaksi di persidangan, Tri Sampurno mengungkapkan awal keikutsertaan mereka mengikuti pertemuan dengan Tim Fatmawati.

Tahun 2010, Tri Sampurno mendapatkan undangan dari konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) untuk bertemu di Ruko Fatmawati.

Undangan tersebut berisi mengenai diskusi yang membahas e-KTP. Tri kemudian menyanggupi undangan tersebut dan berangkat bersama-sama dengan tim dari BPPT.

"Bertemu PNRI dan Tim Fatmawati lima kali pertemuan. Dalan pertemuan tersebut tim BPPT selalu hadir empat orang atau sekurangnya dua orang," kata Tri Sampurno di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/4/2017).

Dalam pertemuan tersebut, Tim PNRI menyampaikan keinginan untuk bekerja sama dengan BPPT untuk mengembangkan e-KTP. Untuk menindaklanjuti, PNRI mengusulkan pembentukan kelompok kerja.

Pada pertemuan tersebut, Tri Sampurno dititipkan 3 buah laptop merk HP yang akan digunakan selama pembahasan.

Setelah beberapa kali pertemuan tersebut, Tri Sampurno mengungkapkan mereka menarik diri karena tidak sepantasnya mereka mendatangi unsur swasta padahal proyek tersebut milik Pemerintah.

"Kegiatan yang dilakukan di ruko Fatmawati tidak selayaknya dilakukan oleh PBBT mengingat Tim PNRI adalah pihak swasta yang berencana menggarap pekerjaan dari Kemendagri," ungkap Tri Sampurno.

Tri mengatakan apabila terus dilanjutkan, maka pertemuan di ruko fatmawati tersebu berpotensi besar menimbulkan masalah di kemudian hari bagi BPPT.

"Dengan pertimbangan itu saya mengusulkan kepada Husni Fahmi agar pertemuan-pertemuan itu dihentikan. Pada saat itu Tim BPPT belum memberikan sesuatu yang menguntungkan pihak PNRI, kata Tri.

Husmi Fahmi adalah Staf pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Husni kemudian menerima permintaan Tri Sampurno dan pertemuan dihentikan.

Ketika dikonfirmasi jaksa, Tri Sampurno mengingat sejumlah nama yang ikut dari Tim Fatmawati adalah Setyo Dwi Suhartanto sleku staf direksi PNRI, Eko Purnowo dari PT Java Trade Utama, Mudji Rachmat Kurniawan (tim Andi Narogong), Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, dan yang lainnya.

Dalam dakwaan, Tim Fatmawati berada dalam kendali Andi Narogong. Andi Narogong menggaji Rp 5 juta satu orang untuk timnya dan menghabiskan Rp 480 juta untuk membayar anggota Tim Fatmawati.

Pertemuan di Ruko Fatmawati menghasillkan berbagai kesepakatan yakni proses lelang diarahkan untuk memenangkan konsorsium PNRI dan dibentuk konsorsium Astragraphia dan Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping.

Pertemuan di Ruko Fatmawati juga melakukan pemecahan tim menjadi tiga sehingga seluruh Tim Fatmawati dapat menjadi peserta lelang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini