Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani mengakui walau sebelumnya telah ada penetapan dari majelis hakim untuk menghadirkan secara paksa Ali Fahmi, namun keberadaannya masih tidak diketahui.
"Ali Fahmi kita sudah sampai ke rumahnya tapi tidak tahu di mana. Kita juga evaluasi kepada yang bersangkutan selanjutnya seperti apa kalau tidak hadir terus ya berarti yang bersangkutan akan dilakukan seperti itu," kata Kiki Ahmad Yani.
Kiki mengaku pihaknya masih mempertimbangkan terkait kemungkinan Fahmi Habsiy agar dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Penetapan untuk upaya paksa sesuai Pasal 159 ayat 2 KUHAP akan dijadikan evaluasi untuk ke tahap selanjutnya.
"Kita lihat penetapan ini seperti apa, kita laksanakan penetapan tapi kalau tidak ada juga insha Allah kita akan berkoordinasi dengan penyidik tindak lanjutnya seperti apa," kata Kiki Ahmad Yani.
Ali Fahmi adalah staf ahli bidang anggaran Arie Sudewo.
Dia sebenarnya bukanlah pejabat struktural di Badan Keamanan Laut namun sebagai staf ahli yang ditunjuk Arie Sudewo.
Pada kasus tersebut, Ali Fahmi menawarkan kepada Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk ikut pengadaan satelitte monitoring dan drone di Bakamla.
Ali Fahmi kemudian meminta fee 15 persen dan semuanya akan diurus oleh dia sendiri dan Fahmi hanya mengurus dokumen yang dibutuhkan.
Sebagai uang muka, Fahmi Darmawansyah melalui stafnya Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta menyerahkan Rp 24 miliar di Hotel Ritz Carlton.
Belakangan, Fahmi Darmawansyah marah karena pengadaan barang untuk drone tidak terealisasi karena anggaran Bakamla dipangkas Pemerintah.
Fahmi Darmawansyah kemudian meminta DP tersebut namun hanya sebagian yang bisa dikembalikan Ali Fahmi.
Ali Fahmi beralasan telah membagikan uang tersebut kepada anggota DPR RI yang bertugas untuk penganggaran.
"Jadi kehadiran Ali Fahmi itu sangat penting agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain," ujar Kiki Ahmad Yani.
Ali Fahmi kemarin dijadwalkan bersaksi untuk terdakwa Hardy Stefanus dan Adami Okta. (eri/mal/wly)