News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerugian Negara di SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim Capai Rp 3,7 Triliun

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017). Pada konferensi pers KPK menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka berkaitan dengan kasus dugaan suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyebut kasus indikasi tindak pidana korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim merupakan perkara besar.

"Kasus ini merupakan perkara besar yang diduga sangat merugikan keuangan negara. Atas penerbitan SKL diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun," terang Basaria, Selasa (25/4/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Basaria menjelaskan SKL untuk Sjamsul Nursalim, yang merupakan salah satu penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), diterbitkan oleh Syafruddin Arsyad Temenggung, selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada April 2004 silam.

Baca: KPK Tetapkan Mantan Kepala BPPN Syarifuddin Arsyad Sebagai Tersangka Korupsi BLBI

Dari hasil penyelidikan, penyidik mensimyalir ada kejanggalan dalam penerbitan SKL yang dilakukan oleh Syafruddin kepada Sjamsul Nursalim.

Pasalnya, kewajiban penyerahan aset oleh Sjamsul kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Setelah adanya restrukturasi, Sjamsul Nursalim baru menyerahkan sekira Rp1,1 triliun.

Sementara itu, tagihan sebesar Rp 3,7 triliun kepada Sjamsul tidak dilakukan dalam pembahasan proses restrukturasi.

"Seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp3,7 triliun yang ditagihkan," kata Basaria.

Menurut Basaria, walau Sjamsul Nursalim belum melunaskan tagihan kepada BPPN, Syarifudin telah mengeluarkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham terhadap Sjamsul Nursalim.

Padahal, ketika itu masih ada tagihan sebesar Rp3,7 triliun.

"Tersangka SAT selaku Kepala BPPN. Diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi," tambah Basaria.

Untuk diketahui ‎setelah melakukan penyelidikan tahun 2014 dengan meminta keterangan dari banyak pihak, akhirnya tahun 2017 ini KPK menetapkan tersangka kasus indikasi tindak pidana korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan penyidik telah meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan memiliki bukti permulaan yang cukup menetapkan tersangka pada mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT).

"Tersangka SAT ‎diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 3,7 triliun dengan penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim," ujar Basaria, Selasa (25/4/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temanggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan ‎Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini